• Ingin Cerita Anda Menginspirasi Dunia | Coming Soon

    Di Zona Insight, kami percaya bahwa setiap individu dan kelompok memiliki cerita yang layak didengar. Kami hadir untuk membantu Anda mempublikasikan ide, pengalaman, atau prestasi agar menjangkau lebih banyak audiens.

  • Ayo Jadi Penulis di Zona Insight | Klik di sini untuk Daftar

    Manfaatkan kesempatan selama 3 bulan bersama Zona Insight untuk memberi dampak dan inspirasi lewat tulisan. Kamu juga akan dibekali pengetahuan dan keterampilan menulis oleh mentor Zona Insight, serta mendapatkan sertifikat penghargaan sebagai penulis inspiratif.

Tampilkan postingan dengan label Inspiratif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspiratif. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 Mei 2025

Hidup itu nggak adil, dan mungkin emang begitu adanya


 

Kalian pernah merasa gak sih kadang dunia terasa kayak game yang curang. Ada orang yang dari kecil udah hidup enak kayak sekolah mahal, lingkungan nyaman, koneksi orang tua di mana-mana. Eh tapi, di satu sisi ada juga yang lahir dalam situasi serba terbatas, dan harus jungkir balik cuma buat bertahan hidup. Banyak yang bilang, “ya wajar, hidup memang nggak adil”. Tapi tetap aja, kalimat itu sering terasa lebih mirip pembenaran daripada penghiburan.

Tapi ya kalau dipikir-pikir, mungkin kalimat itu bukan sekadar omongan pasrah. Mungkin emang begitu adanya. Hidup memang nggak dirancang buat adil, dan itu bukan karena ada yang salah. Justru mungkin, ketidakadilan adalah bagian dari “aturan main” dunia ini.

Dalam filsafat eksistensialisme, ada pemahaman menarik soal ini. Seorang filsuf bernama Martin Heidegger pernah bilang bahwa manusia itu satu-satunya makhluk yang sadar kalau dia bakal mati. Nah berakar dari kesadaran itu bikin manusia bisa mikir soal makna hidup, dan juga soal absurditas dunia kayak kenapa kebaikan nggak selalu dibalas baik, atau kenapa orang baik justru sering kalah di dunia yang keras. Heidegger percaya bahwa justru dengan menyadari kenyataan pahit ini, manusia bisa mulai hidup dengan lebih jujur. Bukan karena dunia tiba-tiba jadi lebih ramah, tapi karena kita berhenti berharap semuanya harus selalu masuk akal.

Namun beda lagi dengan Jean-Paul Sartre, yang juga tokoh eksistensialisme. Dia percaya bahwa manusia itu bebas. Bebas banget malah. Tapi kebebasan itu datang dengan satu tanggung jawab besar yaitu setiap orang harus menentukan sendiri artinya hidup, bahkan di dunia yang kacau. Jadi waktu dunia terasa nggak adil, ya itu bukan hal baru. Dunia emang nggak punya peta moral yang pasti. Tapi justru karena itu, setiap manusia harus berani bikin petanya sendiri. Bahkan ketika hidup rasanya timpang, keputusan buat terus melangkah atau berhenti tetap ada di tangan masing-masing.

Kutipan yang paling ngena mungkin datang dari Albert Camus, filsuf lain yang ngulik hidup dari sisi yang absurd. Dia cerita soal tokoh mitologi Yunani bernama Sisyphus, yang dihukum dewa buat dorong batu ke atas bukit, tapi tiap kali udah sampai puncak, batunya selalu jatuh lagi ke bawah. Gitu terus, selamanya. Tapi Camus nggak lihat itu sebagai tragedi. Justru dia bilang bahwa kita harus membayangkan Sisyphus bahagia. Karena di tengah semua absurditas itu, dia tetap memilih untuk dorong batu itu lagi, dan lagi, dan lagi.

Hidup nggak selalu soal hasil. Nggak selalu soal menang. Kadang, makna justru muncul dari pilihan buat tetap jalan, bahkan waktu semuanya terasa nggak masuk akal. Dan mungkin, di situlah letak kekuatan manusia bukan karena hidupnya selalu adil, tapi karena tetap bisa berdiri di tengah ketidakadilan itu tanpa kehilangan dirinya sendiri.

Jadi ya… hidup emang nggak adil. Tapi mungkin memang itu bagian dari paket yang namanya hidup. Kita nggak harus setuju sama dunia, tapi bisa belajar buat tetap waras dan jalan terus, meski dunia nggak selalu ramah.

Dan di antara semua hal itu, mungkin yang paling sulit tapi juga paling menenangkan adalah belajar untuk bersyukur. Bukan dalam arti pasrah atau memaksa diri untuk bahagia, tapi lebih kepada menyadari bahwa di balik semua kekurangan dan luka, masih ada hal-hal kecil yang layak untuk dihargai.

Rasa syukur itu nggak selalu datang dalam bentuk besar seperti keberhasilan atau kemenangan. Kadang, dia tersembunyi dalam momen sederhana dalam napas yang masih bisa kita hirup, dalam teman yang mau mendengarkan tanpa menghakimi, atau dalam pagi yang tenang setelah malam yang berat. Hal-hal yang kelihatannya sepele, tapi justru sering kali jadi penopang saat semuanya terasa goyah.

Syukur bukan soal membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain, tapi soal mengakui bahwa meski tidak sempurna, hidup kita tetap punya nilai. Ia membantu kita melihat bahwa bahkan di tengah ketimpangan dan ketidakadilan, masih ada ruang untuk merasa cukup dan dari perasaan cukup itu, lahirlah kekuatan untuk terus melangkah.

Jadi ya, hidup memang nggak adil. Tapi bukan berarti semua gelap. Ada cahaya, meski kecil. Ada makna, meski tidak langsung tampak. Dan ada alasan untuk bersyukur, meski kadang harus dicari dengan susah payah. Karena pada akhirnya, bukan keadaan yang menentukan hidup kita sepenuhnya, tapi bagaimana kita memilih untuk menjalaninya.

Penulis: Listanto Bima - Mitha Indah Sari

Minggu, 11 Mei 2025

Mahasiswa atau Budak Gadget? Realita Pahitnya Generasi Digital

 



Di era sekarang, emang siapa sih orang yang bisa lepas dari gadget? Kayaknya hal yang mustahil bisa lepas dari gadget, terutama para mahasiswa yang notabene adalah kelompok yang paling akrab sama yang namanya teknologi. Mereka juga kelompok yang paling terdampak dari kehadiran gadget yang sekarang sangat canggih. Padahal awalnya gadget itu cuman sekadar alat untuk membantu kita ngerjain tugas ataupun join kelas online via Zoom. Tapi makin hari gadget justru jadi seperti hal yang mengontrol kita dan kehadirannya sulit banget untuk ditolak.

Yang jadi masalah, penggunaan gadget yang berlebihan banyak menyimpan sisi gelap yang berbahaya. Salah satu yang paling umum itu soal tidur. Penelitian dari Khairunnisa (2023) menyebutkan kalau penggunaan gadget sebelum tidur bisa bikin kualitas tidur kita jadi rusak. Pada intinya gadget ini bisa menganggu pola tidur kita jika kita gunakan secara berlebihan ketika waktu menjelang tidur.

Bukan hanya soal tidur, bahkan konsentrasi dan motivasi untuk belajar juga bisa ikut kena imbasnya lho. Berdasarkan penelitian dari Adelia (2023) nunjukin kalau sekitar 67% turunnya konsentrasi belajar siswa ya disebabkan oleh penggunaan gadget yang berlebihan ini. Coba deh bayangin, kita niatnya sebelum belajar mau buka Youtube buat nyari materi, eh ujung – ujungnya malah nyasar buat nonton video sapi main piano dan berakhir dengan tugas yang gak selesai.

Dan dampak paling buruk dari kecanduan gadget ini bikin interaksi sosial secara perlahan memudar dan menjadi hambar. Hyangsewu (2023) nemuin kalau hampir setengah mahasiswa lebih memilih ngumpul sambil mainin gadget-nya ketimbang ngobrol langsung sama temennya. Atau mungkin kita lagi nongkrong tapi tongkrongan rasanya sunyi banget karena semua pada sibuk dengan gadget masing – masing. Ironis banget gak sih? Padahal sekarang dunia itu serba terkoneksi, eh malah kita yang menjauh dari koneksi sesungguhnya yaitu koneksi antar sesama manusia.

Yang bikin ngeri, banyak dari kita yang udah kecanduan gadget tapi nggak sadar. Bangun tidur, langsung cek HP. Makan sambil scroll medsos.  Sebelum tidur, masih aja mantengin layar.  Beneran udah kebiasaan banget, ya?  Eh, tapi tunggu dulu,  kita jadi kehilangan waktu, susah fokus, dan mental juga ikutan drop, lho!

Lucunya, pas ada orang yang coba jauhin HP atau detoks digital, malah dianggap aneh. Budaya digital udah bikin standar baru: harus update, harus online terus, harus kelihatan eksis. Tapi di balik itu, banyak yang capek, ngerasa kosong, dan nggak tahu lagi mana yang nyata dan mana yang cuma pencitraan.

Gara-gara gadget juga, kita jadi lupa nikmatin hal-hal kecil di dunia nyata. Nongkrong sambil ngobrol dari hati ke hati udah jarang. Jalan-jalan bukan buat refreshing, tapi buat konten. Bahkan ngobrol langsung kalah seru sama chatting.

Pelan-pelan, kita mulai kehilangan rasa buat hadir secara utuh di kehidupan sehari-hari. Nggak heran kalau makin banyak yang ngerasa kesepian, padahal punya ratusan teman di media sosial. Kita ada, tapi nggak benar-benar hadir.

Gadget itu emang penting dan nggak bisa dipisahin dari hidup kita sekarang, apalagi buat mahasiswa. Tapi ya jangan sampai kita dikontrol balik sama benda kecil itu. Mulai deh coba atur waktumu. Contohnya, batasi penggunaan media sosial, matikan notifikasi yang tidak penting, atau coba deh  seminggu sekali  lewatkan sehari tanpa gadget.

Kalau lagi nongkrong, simpen dulu HP-nya. Nikmatin obrolan sama temen. Kalau lagi belajar, pake mode fokus atau aplikasi yang bisa blokir gangguan. Dan yang paling penting, sadarin bahwa hidup itu nggak cuma ada di balik layar. Masih banyak hal seru dan berharga di dunia nyata yang bisa bikin hidup lebih bermakna.

Jadi mahasiswa itu bukan cuma soal IPK, tapi juga soal gimana kita bisa ngatur hidup di tengah godaan digital yang nggak ada habisnya. Jangan sampai kita jadi generasi yang pinter secara teknologi, tapi tumpul secara sosial dan emosional.

Biar nggak makin tenggelam jadi budak gadget, ada beberapa hal simpel yang bisa dicoba. Nggak perlu langsung drastis, mulai dari hal-hal kecil aja dulu:


1
. Atur waktu main HP

Pasang alarm atau pengingat. Misalnya, maksimal 1 jam buat scroll medsos. Bisa juga aktifin fitur screen time.

2. Pisahin waktu belajar dan hiburan

Lagi belajar? Taruh HP agak jauh. Biar fokus. Setelah selesai, baru kasih reward buka TikTok sebentar.

3. Cari aktivitas offline

Baca buku, olahraga, ngobrol, atau ikut komunitas. Banyak banget keseruan yang bisa dirasain tanpa layar.

4.  4. Gunakan gadget untuk hal positif

Nonton video yang edukatif, cari referensi tugas, atau denger podcast yang bikin tambah ilmu.

5. Coba detoks digital

Sehari tanpa medsos atau beberapa jam tanpa HP. Biar pikiran istirahat dan kita bisa kembali fokus ke hal nyata.

Author: Listanto Bima – Ifa Audina Nabila

Midnight Crying Club: Cara Gen Z Ngobrol Sama Diri Sendiri

 


Udah jam 2 pagi. Kamar gelap, HP masih di tangan, earphone nempel, playlist mellow jalan terus. Eh, tau-tau air mata netes tanpa breafing dulu, nggak tau juga kenapaa. Kalau kamu relate atau pernah kayak gini, tenang kamu gak sendirian. Selamat datang di midnight crying club. Kadang kita juga gak tau sebenarnya apa yang buat kita nangis.

Buat sebagian orang apalagi Gen Z, malam hari bukan cuman sekadar waktu tidur doang. Justru disaat orang-orang pada terlelap tidur, pikiran mereka malah melek. Tiba-tiba inget kesalahan kecil tiga tahun lalu, galau soal masa depan, atau sekadar ngerasa “Kok hidup gue gini-gini aja yak”.

Fenomena ini bukan cuman sekadar drama. Bahkan menurut WHO tahun 2017 sekitar 3,6% orang di dunia mengalami kecemasan. Ada juga informasi dari Riskesdas tahun 2018, prevalensi cemas di Indonesia diperkirakan mencapai 20% dari total penduduk 47,7% individu yang ngerasa cepek. Otak kita yang seharian sibuk mikirin tugas, kerjaan, dan kesibukan lainnya, akhirnya punya waktu tenang pas malam hari. Alih- alih istirahat, eh gak taunya malah jadi ajang mikir hal-hal random yang bikin hati gak tenang.

Sebenarnya, nangis malam-malam bukan berarti kamu tuh lemah. Justru, itu bisa jadi cara tubuh dan pikiran kita saling ngobrol, nyari cara buat ngelepasin emosi yang udah dipendam lama. Dan fun fact Gen Z yang lebih terbuka soal kesehatan mental sering banget malah jujur sama perasaan mereka, termasuk lewat air mata di malam hari. Tenang, itu normal kok. Kadang, nangis itu cara paling jujur buat bilang, “Gue gak baik-baik aja, tapi gue juga lagi berusaha”.

Self-talk, alias ngobrol sama diri sendiri, sering banget muncul pas kita lagi hgerasa down. “Kenapa sih gue gini”, “Apa yang salah sama gue?”, “Gue capek”. Meskipun tedengar sepele, itu sebenarnya langkah awal dari self-awarness. Gen Z juga butuh banget yang namanya ruang buat refleksi diri. Malam hari, tanpa distraksi, jadi tempat paling aman banget untuk momen itu terjadi. Meskipun kadang emang bisa berujung banjir air mata.

Nah buat kamu yang tangis malem udah jadi kayak rutinitas yang bikin lelah, cobain deh tips biar malam nggak selalu jadi air mata

1. Bikin rutinitas malam

Overthiking saat malam hari sering muncul karena kamu belum siap untuk istirahat. Biar tidur lebih tenang coba deh kamu lakuin rutinitas sebelum tidur misalnya baca buku. Terkadang pas kita baca buku, pikiran kita diarahkan pada cerita yang ada dalam buku yang ngebuat kita tidak terlalu fokus pada masalah-masalah yang mengudara di pikiran kita.

2. Nulis jurnal

Nulis jurnal bisa jadi cara yang efektif juga buat kita ngeredain overthinking di malam hari. Pas kita nulis tuh kita bisa ngalihin pikiran kita dari masalah yang berputar-putar dan mindahinnya ke dalam bentuk yang lebih terstruktur. Selain itu dengan kita nulis kita juga ngasih kesempatan pada diri kita buat nemuin solusi atau memahami lebih dalam tentang apa yang terjadi dalam pikiran kita

3. Batasi screen time sebelum tidur

Siapa nih yang sebelum tidur pasti lagi nge-scrolling TikTok? Alasannya sih katanya buat nyari-nyari ngantuk tapi sebenarnya dengan scrolling TikTok malah buat konten-konten bisa nge-trigger overthinking. Apalagi kontennya berisi video yang mengandung bawang. Terus gak sadar juga kalo kita udah ngabisin waktu berjam-jam cuman buat scrolling.

Kalau kamu ngerasa malam-malam adalah waktu yang paling berat, ingat “kamu gak sendirian”. Banyak orang ngerasain hal yang sama, dan pasti ada jalan buat pelan-pelan membaik. Tangis bisa jadi awal dari proses penyembuhan, selama kamu juga kasih ruang buat bahagia masuk ke hidup kamu. Semangat buat kalian yang ada pada fase midnight crying club. Jangan jadikan nangis tiap malem menjadi sebuah rutinitas, kasian batinmu!.

Author: Abdulrahim Danial

Jumat, 18 April 2025

10 QUOTES ARSA DANIALSA


Kita percaya setiap pencapaian individu kita adalah kombinasi antara pikiran, perkataan dan perbuatan. Kami biasa menyebut ini dengan istilah Neuro Linguistic Programming (NLP). Bahwa pikiran kita dapat memengaruhi perkataan, dan perkataan dapat memengaruhi tingkah laku kita. Pada konteks ini, selain pikiran yang positif, kata-kata yang positif memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan kita sehari-hari. Berikut 10 kumpulan kata-kata dari Arsa Danialsa, seorang Dosen dan Trainer di bidang pengembangan diri dan Neuro Linguistic Programming (NLP) yang kami rangkum untuk Anda:

"Sebelum berpikir mengubah dunia, ubahlah pikiranmu terlebih dulu."

"Mau se-idealis apapun kita, sisakan sedikit ruang untuk keikhlasan. Karena semua orang akan realistis juga pada waktunya. Kita boleh idealis dengan mimpi dan cita-cita, tapi jangan lupakan, akan selalu ada ketidaksesuaian atas hasil yg kita dapatkan."

"Orang-orang kebanyakan hanya bisa memberi contoh tapi tidak bisa menjadi contoh."

"Ada dua respon yang mungkin akan kita rasakan saat gagal; kecewa dan ikhlas. Jika kecewa, maka sadarlah. Jika iklas, maka belajarlah."

"Jika gagal adalah pilihan, lebih baik gagal karena sudah mencoba daripada gagal tapi tidak mencoba sama sekali."

"The map is not the territory; peta bukanlah wilayah yang sebenarnya. Begitupun apa yang kita pikirkan belum tentu kenyataanya. Tapi ingat dan berhati-hatilah, apa yang kita pikirkan bisa jadi akan menjadi kenyataan jika kita mengamini dan meyakini pikiran tersebut."

"Sudahlah, tidak ada waktu untuk terus mengeluh. Teruslah bernapas."

"Orang kaya yang sebenarnya bukanlah mereka yang punya apa, melainkan yang bisa berbagi apa."

"Mau se-idealis apapun kita, sisakan sedikit ruang keikhlasan. Karena pada akhirnya semua orang akan realistis juga pada waktunya. Kita boleh idealis dengan mimpi dan cita-cita, tapi jangan lupakan, akan selalu ada ketidaksesuaian atas hasil yang kita dapatkan."

"Orang-orang kebanyakan hanya bisa memberi contoh, bukan menjadi contoh."

Semoga kata-kata di atas dapat memberikan makna dan dampak baru yang lebih positif untuk aktivitas kita semua.

Jumat, 13 Desember 2024

Kerajaan Milenial


 

“Ketika anak muda tidak mendapat tempat di sebuah kerajaan, maka buatlah kerajaan sendiri dan jadilah raja di dalamnya,” Basri Amin. Sebuah kalimat yang amat menguatkan diri bagi anak muda agar menjadi berani dan pantang menyerah. Pada kondisi dunia yang penuh dengan kemajuan dan identik dengan persaingan, para anak muda berlomba-lomba untuk tampil lebih baik agar mendapat tempat di atas panggung globalisasi.

Era globalisasi tidak hanya menjadi tantangan bagi anak muda, melainkan juga menjadi medan perang di abad 21 sehingga perlu adanya kekuatan yang teramat besar untuk bisa berjaya dan tampil sebagai pemenang. Kekuatan yang dimaksud berhubungan dengan mental dan skill yang dimiliki setiap anak muda sebagai modal untuk dapat bersaing dan memberikan kontribusi terhadap negeri yang begitu dicintai.

Menyinggung perihal globalisasi, Dana Moneter Internasional (IMF) mengidentifikasi dasar globalisasi dalam empat aspek yakni perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, serta pembebasan ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan empat aspek tersebut, telah terjadi perubahan besar-besaran yang mulai terasa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang oleh Friedrich Engels dan Louis Auguste Blanqui menyebutnya sebagai revolusi industri dan hingga kini telah memasuki era ke-4 atau dikenal dengan istilah revolusi industri 4.0.

Bicara perihal revolusi industri 4.0, tentu tidak lepas dari keterlibatan anak muda sebagai generasi milenial yang disebut-sebut menjadi penggerak utama era 4.0, sehingga sebuah keharusan  dalam menghadapi perubahan dimaksud bukanlah hal yang absurd bahwa anak muda dihantui oleh penyesuaian perilaku hingga pemantapan keterampilan yang secara mutlak harus dimiliki dan dikuasai. Jika tidak, anak muda hanya akan menjadi penonton yang ahli dalam mengomentari tetapi tidak memiliki keterampilan atau skill sebagai alat untuk tampil di panggung dunia.

Sehubungan dengan itu, BAPPENAS (2018) menyatakan bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi di 2030 mendatang, sebagai hadiah yang harus disikapi dengan sedemikian serius. Artinya, anak muda akan menjadi pemeran utama dalam menghadapi tantangan global yang semakin maju dan penuh dengan persaingan.

Oleh karena itu, muncul pertanyaan besar, apakah saat itu Indonesia akan baik-baik saja di tangan anak mudanya? Atau justru sebaliknya? Hanya kita sebagai anak mudalah yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Namun begitu, sebagai warga negara yang memiliki cita-cita yang luhur, kita sepatutnya optimis tidak hanya dengan kondisi Indonesia sepuluh atau duapuluh tahun mendatang, tetapi akan seperti apa kita sebagai anak muda sepuluh hingga duapuluh tahun yang akan datang.

Optimisme anak muda sangat penting sebagai upaya meyakinkan diri bahwa kita mampu untuk menghadapi fenomena di era 4.0. Dalam fenomena revolusi industri 4.0 ini, selain kecanggihan teknologi, kemudahan mengakses informasi, banyaknya persaingan di dunia kerja, dan fenomena lain yang begitu rumitnya, hadir sebuah tantangan yang menjadi pekerjaan rumah terbesar kita saat ini. Tantangan tersebut adalah kesiapan sumber daya manusia yang ada khususnya kondisi anak muda itu sendiri. Seberapa berkualitasnya generasi milenial yang ada untuk menunjang kemajuan dan kecanggihan dunia.

Kemajuan dan kecanggihan teknologi telah menyebabkan munculnya konsekuensi sosial yang menjadi dorongan tersendiri bagi anak muda agar tidak menjadi generasi yang tertinggal atau diam di tempat. Lalu, apa yang seharusnya perlu dilakukan anak muda dalam menghadapi perang globalisasi di abad 21 ini? Tentu perang yang dimaksud bukanlah perang melawan orang lain, melainkan perang melawan tantangan kemajuan dan perang melawan diri sendiri. Oleh karena itulah saya selaku representatif dari anak muda berpandangan bahwa kerajaan yang dimaksud pada pembuka tulisan di atas adalah kerajaan yang lahir dari keterampilan dan kreativitas yang kita miliki lalu dibesarkan dengan saling bekerja sama atau berkolaborasi untuk meruntuhkan rumitnya tantangan globalisasi tersebut.

Keterampilan dan kreativitas yang dimaksud akan menjadi investasi paling besar sebagai upaya menaklukkan diri dari sikap apatis (acuh tak acuh), malas, dan pesimis (putus asa). Selain itu, keterampilan dan kreativitas akan menjadi senjata terbesar untuk menjaga dan mengokohkan kerajaan dimaksud. Setelah memperkuat kerajaan dengan keterampilan dan kreativitas tersebut, kemudian kita harus melibatkan orang lain sebagai bentuk kolaborasi dalam menghadapi tantangan globalisasi abad 21.

Dalam implementasinya, sebagai anak muda yang visioner kita harus pintar membaca peluang yang ada. Hal tersebut sangat penting untuk mengetahui keterampilan, minat/bakat (passion) apa yang kita miliki, sehingga memudahkan kita untuk mengembangkannya sebagai bekal diri sendiri di masa yang akan datang. 

Kita tentu sadar, bahwa setiap manusia dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga melibatkan orang lain dalam setiap aktivitas penyesuaian diri bukanlah hal yang harus dihindari. Justru di era yang semakin terbuka ini kita pun harus terbuka menerima perubahan dan kelebihan orang lain agar tercipta lingkungan yang produktif dan saling menguntungkan. Kita boleh berprasangka baik agar mental anak muda atau generasi milenial tidak hanya dapat memperbaiki diri sendiri melainkan juga orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Jumat, 06 Desember 2024

Kenapa Hidup Secapek Itu?


Sumber Gambar: Canva


Kadang, hidup tuh rasanya kayak jalan di treadmill yang nggak ada ujungnya kan? Baru aja kelar satu tugas, eh, muncul lagi yang lain. Baru mau napas sebentar, eh, ada aja yang bikin ribet. Pernah nggak sih ngerasa capek banget, tapi bingung sendiri, ini capek karena apa?

Sebenernya, capek hidup itu wajar banget, kok. Namanya juga manusia, otak dan badan kita nggak dirancang buat kerja terus-terusan kayak mesin. Apalagi di zaman sekarang, hidup tuh nggak cuma soal kerja atau sekolah. Ada ekspektasi, standar sosial, dan overthinking yang nggak kelar-kelar. Liat orang lain sukses di medsos, langsung ngerasa hidup kita jauh banget dari kata "oke." Padahal, di balik layar mereka bisa jadi lagi struggling juga, cuman bedanya gak mereka posting di medsosnya.

Faktor lain? Bisa jadi kita terlalu memaksa diri. Kadang tuh kita lupa kalau diri sendiri juga butuh istirahat. Bukannya malas, tapi badan dan pikiran kita juga perlu waktu buat nge-recharge. Kalau baterai HP aja harus diisi ulang, masa kita nggak?

Nah ada beberapa faktor khusus yang membuat kita ngerasa “Kok, hidupku secapek ini ya?”

1.  1. Siklus hidup ‘dunia oriented’ maksudnya adalah ketika semua yang kita lakuin cuma fokus sama dunia: cari uang, barang mewah, popularitas, atau apapun yang bikin kita kelihatan ‘wah’ di depan orang lain. Kebahagiaan kita diukur dari materi atau pencapaian duniawi. Tapi masalahnya, dunia itu fana alias sementara. Mau sekeras apa pun kita ngejar, nggak bakal ada yang benar-benar bikin puas. Begitu dapat satu hal, kita langsung pengen yang lebih besar lagi. Bener atau bener banget? 

    2. Salah dalam menentukan ‘goals of life’. Kadang kita tuh suka salah langkah pas nentuin tujuan hidup. Misalnya, ada yang cuma ngejar "gue harus kaya, harus terkenal, harus punya ini-itu!" Tapi... pas udah dapet, kok tetep ngerasa kosong ya? Penting banget buat nentuin goals yang nggak cuma bikin kita bahagia sekarang, tapi juga bikin hidup kita lebih bermakna. Misalnya, “Gimana caranya gue bisa jadi manfaat buat orang lain?” atau “Apa yang bisa gue lakukan buat investasi akhirat gue?” Dengan goals yang lebih dalam kayak gitu, kita jadi punya arah yang jelas dan nggak gampang kehilangan tujuan walaupun ada tantangan di tengah jalan.

    3. Kehilangan cara pandang hidup yang benar. Maksudnya adalah kita nggak punya "kompas" buat nentuin arah hidup. Padahal, hidup itu perlu panduan. Kalau nggak punya prinsip atau pegangan, kita bisa gampang kebawa arus—entah itu tren, pendapat orang, atau bahkan godaan yang nggak baik. Akhirnya, keputusan-keputusan kita jadi asal-asalan, bahkan sering nyesel, dan merasa nggak puas sama apa pun yang kita jalani. Cara pandang hidup yang benar itu kayak peta. Kalau kita udah kehilangan peta itu, ya siap-siap aja tersesat, bingung, dan ngerasa hampa meskipun punya banyak hal. Dan hal ini punya cara pandang yang jelas itu penting banget buat diri kita, misalnya dengan ngeh tujuan hidup kita itu apa, nilai-nilai apa yang mau kita pegang, dan apa yang benar-benar bikin kita bahagia di jalan yang benar.

Jadi, kalau kamu ngerasa secapek itu, coba deh ambil waktu untuk istirahat sejenak. Jangan anggap semuanya harus selesai sekaligus. Belajar bilang "nggak" ke hal-hal yang nggak penting juga penting banget. Terakhir, coba hargai langkah kecil yang udah kamu ambil.

Capek itu tanda kamu hidup, tapi jangan sampai lupa kalau hidup juga harus dinikmati^^

Rabu, 04 Desember 2024

Mental Penuntut Ilmu Itu Nggak Mudah Meremehkan

 




    Jadi seorang penuntut ilmu tuh sebenarnya lebih dari sekadar belajar di kelas, hafalin materi, atau ngejar nilai bagus. Guruku di saat mengisi kelasnya mengatakan bahwa mental seorang penuntut ilmu yang beneran solid itu punya prinsip, yaitu nggak gampang ngeremehin, baik orang lain maupun sesuatu yang kelihatannya sepele.

    Kenapa gitu? Karena belajar itu bukan soal merasa paling tahu, tapi justru sadar kalau dunia ini terlalu luas buat dikuasai sendirian. Ada jutaan hal yang belum kita pahami, dan tiap orang punya sesuatu yang bisa kita pelajari. Kalau kita terlalu gampang ngeremehin, sebenarnya kita lagi nutup pintu buat dapat insight baru. Padahal, bisa jadi pelajaran terbaik datang dari hal-hal kecil yang kita anggap nggak penting.

    Hal ini sangat sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya ilmu dan sikap tawadhu’ (rendah hati). Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan menjadikan dia paham tentang agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Paham akan agama bukan hanya tentang menguasai teks-teks agama, tetapi juga tentang memahami kehidupan secara lebih luas, dan itu bisa datang dari mana saja.

    Misalnya, ada orang yang menurut kita “nggak pinter-pinter amat,” tapi ternyata dia punya pengalaman hidup yang ngasih perspektif baru. Atau sesuatu yang kita pikir “ah, ini gampang,” tapi ternyata pas dicoba, kok ya susahnya minta ampun?

    Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu menjaga sikap rendah hati dan tidak meremehkan orang lain. Bahkan, dalam Al-Qur’an Allah berfirman, “Janganlah kamu memandang rendah orang lain, karena Allah yang Maha Mengetahui setiap amal perbuatan.” (QS. Al-Hujurat: 11). Ayat ini menegaskan agar kita tidak pernah merasa lebih tinggi dari orang lain atau merendahkan mereka hanya berdasarkan status sosial, penampilan, atau apa yang terlihat di luar. Seringkali, kita mudah merasa superior dan menganggap diri lebih baik dari orang lain hanya karena pencapaian atau pengetahuan kita. Namun, Allah dengan tegas mengingatkan bahwa segala amal perbuatan seseorang diketahui sepenuhnya oleh-Nya, bukan oleh kita sebagai makhluk-Nya. Kita nggak tahu dari mana ilmu dan hikmah itu datang, dan siapa yang akan jadi sumber pelajaran berharga bagi kita.

    Intinya, mental seorang penuntut ilmu itu rendah hati. Mereka paham banget kalau belajar itu nggak terbatas di ruang kelas atau hanya dari dosen/guru aja. Ilmu bisa datang dari mana saja, termasuk dari orang yang nggak kita duga. Dari orang yang lebih tua, teman seangkatan, bahkan anak kecil sekalipun, selalu ada pelajaran yang bisa diambil. Mereka nggak buru-buru nge-judge atau merasa diri sudah tahu segalanya. Justru, mereka selalu bertanya, "Hmm, apa ya yang bisa gue pelajari dari ini?"

    Jadi, kalau kita serius mau jadi pembelajar sejati, yuk coba stop gampang meremehkan. 

    Dunia ini luas banget, ilmu itu nggak ada ujungnya, dan siapa tahu, hal yang kita anggap kecil hari ini justru yang bikin perubahan besar buat kita di masa depan. Ingat, dalam Islam, ilmu itu salah satu jalan mendekatkan diri kepada Allah, dan orang yang mencari ilmu dengan ikhlas adalah orang yang dicintai-Nya. 

    Keep learning, keep humble!

Selasa, 03 Desember 2024

Orang Tua Kaya dan Anak Miskin VS Orang Tua Miskin dan Anak Kaya

 



Biasanya, dalam keseharian hidup, kita kerap kali menemukan berbagai macam fenomena yang bahkan tidak disangka-sangka bisa terjadi. Ada-ada saja kejutan hidup yang kita saksikan atau bahkan kita alami. Entah dalam waktu yang cukup singkat, atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Dalam hal ini, saya sedang ingin membicarakan fenomena terbalik yang sebenarnya saya sendiri menyaksikan bahkan mengalami ini. Fenomena yang sudah teman-teman baca di bagian judul; "Orang Tua Kaya dan Anak Miskin VS Orang Tua Miskin dan Anak Kaya."

Meskipun sebenarnya, kita juga akan menemukan ada orang tua kaya dan anak kaya, pun orang tua miskin, anaknya juga miskin. Namun, dalam konteks ini, saya hanya akan berfokus membahas berdasarkan judul di atas.

Dulu, waktu masih sekolah, saya memiliki beberapa teman yang orang tuanya bisa dikatakan mapan atau kaya, dengan status dan jabatan yang beragam, mulai dari ASN, Pejabat, hingga Pengusaha. Oleh karena kekayaan dan kejayaan orang tua mereka, anak-anaknya juga ikut menikmatinya. Namun, mereka cenderung bersikap hedonisme, boros, malas belajar, suka buang-buang waktu, dan perilaku-perilaku negatif lainnya. Secara menyesal, saya harus sebut mereka sebagai anak-anak miskin (etika, perilaku dan cara pandang) dari orang tua yang kaya. Mereka mungkin berpikir, dengan orang tua yang kaya dan punya jabatan, hidup mereka sudah aman-aman saja, sehingga menikmati hasil keringat orang tua mereka sudah sangat cukup.

Sebaliknya, di lain orang, beberapa teman saya memiliki orang tua yang biasa-biasa saja, pekerjaan yang hanya cukup untuk makan sehari-hari, tetapi anak-anaknya justru yang paling rajin dan pintar di kelas. Pintar mengelola uang jajan hingga berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Mereka sadar diri dengan kondisi orang tua dan ekonomi mereka. 

Singkat saja, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, karena dipisahkan oleh pendidikan lanjut bahkan sampai perguruan tinggi, banyak hal yang kami lewatkan. Ada begitu banyak proses dan pelajaran hidup yang mungkin mereka dapatkan, tetapi satu hal yang pasti, kehidupan mereka yang saya kenal sudah sangat melekat di ingatan saya seperti apa karakter dan perilaku mereka.

Lalu, apa yang terjadi? Beberapa dari mereka, para anak miskin dari orang tua kaya pada akhirnya tidak menjadi apa-apa setelah dewasa. Sejauh kenalan yang saya punya, mereka yang seharusnya berpotensi memiliki atau bahkan melanjutkan privilege orang tua mereka, malah justru sebaliknya.  Tidak memiliki relasi yang kuat, pekerjaan yang mapan, bahkan jabatan penting. Beberapa yang saya kenal ada yang mendapat warisan usaha milik orang tua yang pada akhirnya harus tutup (bangkrut), bahkan ada yang terpaksa harus menjual isi rumah hanya agar bisa bertahan hidup beberapa hari bahkan bulan ke depan. 

Anggapan mereka soal hidup berkecukupan hanya karena memiliki orang tua kaya, adalah kesalahan yang sebenarnya bisa dihindari oleh para orang tuanya. Anak-anak mereka terbiasa hidup di hari ini dengan kesenangan yang bahkan bukan milik mereka. Tidak ada perencanaan masa depan yang baik, atau bahkan sekadar ingin jadi apa saja mereka bingung menjawabnya.

Di lain situasi, anak-anak dari orang tua miskin justru malah menjadi orang. Mereka tidak diwariskan harta, kekayaan dan jabatan oleh orang tuanya. Tidak ada materi yang berarti, hanya pelajaran hidup yang menyadarkan mereka, bahwa hidup serba berkecukupan cukup dirasakan oleh orang tuanya saja, sementara anak-anaknya, harus punya cukup bekal untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan dan misteri. Pada akhirnya, justru anak-anak kaya dari orang tua miskin inilah yang memberikan kekayaan dan kejayaan bagi orang tuanya. 

Pada penutup tulisan ini, saya ingin memperjelas dan mempertegas, bahwa anak miskin dan kaya yang saya maksud pada tulisan ini sebenarnya berkaitan dengan sikap dan cara pandang. Bagaiman mereka seharusnya bersikap dan melihat segala sesuatu yang dimiliki oleh orang tuanya, belum tentu dapat menyelamatkan hidup mereka di kemudian hari, dan belum tentu juga dapat mencelakakan mereka. Punya orang tua kaya tidak menjamin anaknya bisa seberuntung orang tuanya, begitupun punya orang tua miskin, tidak menuntut kemungkinan, anaknya akan menjadi orang terpandang, relasi dan kemapanan yang dapat memperbaiki kehidupan orang tua dan keluarganya.

Tulisan ini hanya sebagai inspirasi bagi kita semua, meskipun pada nyatanya, masih banyak anak dari orang tua kaya yang bisa menjadi kaya, dan ada begitu banyak anak dari orang tua miskin yang tetap menjadi miskin. Sekali lagi, ini soal bagaimana kita bersikap dan bagaimana sudut pandang kita soal kehidupan.





Minggu, 01 Desember 2024

Ustadz Roswan Manto, M.Pd.: Cerminan UAS Versi Gorontalo yang Muda dan Menginspirasi


 

Dalam setiap masyarakat, kehadiran seorang tokoh yang berpengaruh dapat memberikan dampak yang luar biasa, baik dalam membentuk nilai-nilai sosial maupun dalam memberikan inspirasi bagi generasi penerus. Di Gorontalo, salah satu sosok yang kini semakin dikenal luas dan diakui pengaruhnya adalah Ustadz Roswan Manto, M.Pd. Sebagai seorang dai muda, Ustadz Roswan digadang-gadang akan menjadi sosok seperti Ustadz Abdul Somad, yang memiliki daya tarik besar di kalangan umat. Penulis melihat bahwa kemampuannya dalam public speaking dan cara menyampaikan ceramahnya yang khas menjadikannya tokoh yang membawa pengaruh besar di dunia dakwah, tidak hanya bagi daerah, tetapi juga bagi kalangan generasi muda yang ada di Gorontalo.

Ceramah-ceramah Ustadz Roswan sering kali tidak hanya berisi nasihat agama yang mendalam, tetapi juga dipenuhi dengan humor segar yang membuat audiens merasa nyaman dan tertawa lepas. Keberhasilan beliau dalam menggabungkan ilmu agama dengan hiburan yang sehat menunjukkan kecerdasan emosionalnya dalam berinteraksi dengan audiens/jamaah, menjadikan pesan-pesan yang disampaikannya lebih mudah diterima dan dipahami. Kemampuannya untuk menghidupkan suasana dengan gaya ceramah yang ringan namun berbobot, menjadikannya sebagai salah satu penceramah yang banyak diundang untuk mengisi acara-acara keagamaan bukan hanya di Gorontalo, pun daerah/provinsi di luar Gorontalo.

Dalam aktivitasnya sehari-hari, Ustadz Roswan tidak hanya sebagai penceramah kondang yang sering diundang sana-sini, melainkan juga berperan penting dalam dunia pendidikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni pengajar di MAN 1 Kota Gorontalo dan beberapa kampus yang ada di Gorontalo. Kombinasi peran ganda ini semakin memperkaya kiprahnya, menjadikannya figur yang dihormati baik dalam dunia dakwah maupun di dunia pendidikan. Sebagai seorang pendidik sekaligus dai, ia berhasil menunjukkan bahwa dunia agama dan pendidikan dapat berjalan beriringan, memberikan teladan bagi generasi muda yang ingin berkarya dalam dua bidang tersebut.

Bagi penulis, Ustadz Roswan Manto adalah sosok dai muda yang memiliki potensi besar untuk menjadi ustadz kondang di masa depan, bahkan bisa sejajar dengan Ustadz Abdul Somad. Semangat dakwahnya yang inspiratif dan kemampuan berbicaranya yang luar biasa menjadikannya contoh yang patut diikuti oleh banyak orang, terutama generasi muda yang ingin menyeimbangkan kehidupan profesional, spiritual dan kontribusi sosial mereka.

Sabtu, 30 November 2024

Ayo Kita Refleksi Lagi dan Jadilah Manusia Positif

 



Membangun Mindset Positif

Mindset positif adalah cara berpikir yang berfokus pada optimisme, keberanian, dan keyakinan bahwa segala sesuatu dapat berjalan dengan baik. Memiliki mindset positif sangat penting karena:

  1. Meningkatkan Kesehatan Mental: Pikiran positif dapat mengurangi stres, kecemasan, dan depresi, serta meningkatkan rasa bahagia dan puas dalam hidup.
  1. Meningkatkan Kesehatan Fisik: Studi menunjukkan bahwa orang dengan mindset positif memiliki risiko lebih rendah terhadap penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kondisi kesehatan lainnya.
  1. Meningkatkan Produktivitas: Pikiran yang positif mendorong motivasi, kreativitas, dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas.
  1. Memperkuat Hubungan: Orang yang berpikir positif cenderung lebih ramah, suportif, dan mampu membangun hubungan yang sehat dan harmonis.
  1. Mengatasi Tantangan: Mindset positif membantu seseorang melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai hambatan.
Cara Membangun dan Mempertahankan Mindset Positif
  1. Fokus pada Hal-Hal Baik: Latih diri kita untuk fokus pada hal-hal positif. Buat jurnal syukur untuk mencatat hal-hal baik yang terjadi setiap hari.
  1. Ubah Pikiran Negatif: Saat pikiran negatif muncul, identifikasi dan gantikan dengan pikiran yang lebih positif dan realistis.
  1. Bergaul dengan Orang Positif: Lingkungan yang positif dapat mempengaruhi cara berpikir kita. Habiskan waktu dengan orang-orang yang mendukung dan memotivasi kita.
  1. Lakukan Affirmasi: Gunakan afirmasi positif untuk menguatkan keyakinan diri kita. Contoh afirmasi adalah “Saya mampu mencapai tujuan saya” atau “Saya layak mendapatkan kebahagiaan.”
  1. Jaga Kesehatan Fisik: Pola makan sehat, tidur yang cukup, dan olahraga teratur dapat meningkatkan suasana hati dan membantu menjaga pikiran tetap positif.
  1. Latihan Meditasi dan Mindfulness: Meditasi dan mindfulness membantu mengelola stres dan meningkatkan kesadaran diri, yang penting untuk mempertahankan mindset positif.
Latihan dan Aktivitas untuk Pengembangan Mindset
  1. Jurnal Syukur: Tuliskan tiga hal yang kita syukuri setiap hari untuk membantu fokus pada aspek positif dalam hidup.
  1. Visualisasi: Bayangkan diri kita mencapai tujuan dan meraih kesuksesan. Visualisasi dapat meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi.
  1. Latihan Refleksi Diri: Luangkan waktu setiap hari untuk merefleksikan pikiran dan perasaan kita, serta belajar dari pengalaman.
  1. Berbuat Baik: Melakukan kebaikan untuk orang lain, seperti membantu teman atau berpartisipasi dalam kegiatan sukarela, dapat meningkatkan rasa bahagia dan puas.
  1. Meningkatkan Pengambilan Keputusan: Kesadaran diri membantu kita untuk membuat keputusan yang lebih baik dan sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan kita.
  1. Meningkatkan Hubungan: Memahami diri sendiri membantu Anda berkomunikasi lebih efektif dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan orang lain.
  1. Mengelola Emosi: Kesadaran diri memungkinkan kita untuk mengidentifikasi dan mengelola emosi negatif dengan lebih efektif.
  1. Pengembangan Pribadi: Mengetahui kekuatan dan kelemahan kita memungkinkan untuk terus berkembang dan mencapai potensi secara penuh.

Mengenal Diri Sendiri—Pentingnya Self-Awareness

Self-awareness atau kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi, pikiran, dan perilaku Anda sendiri. Ini penting karena:



Total Tayangan Halaman

Kategori

Recent Posts

Tahukah kamu? Di Gorontalo ada museum keren yang penuh dengan sejarah luar biasa!

  Yup, namanya Museum Purbakala Popa Eyato ! Museum ini bukan sembarang museum, lho. Namanya diambil dari dua tokoh raja berpengaruh yang pe...

Quotes

"Sebelum berpikir untuk mengubah dunia, terlebih dulu ubahlah pikiranmu" Arsa Danialsa_

Quotes

"Tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada hanyalah feedback" Arsa Danialsa_

Butuh Bantuan?

Nama

Email *

Pesan *