• Ingin Cerita Anda Menginspirasi Dunia | Coming Soon

    Di Zona Insight, kami percaya bahwa setiap individu dan kelompok memiliki cerita yang layak didengar. Kami hadir untuk membantu Anda mempublikasikan ide, pengalaman, atau prestasi agar menjangkau lebih banyak audiens.

  • Ayo Jadi Penulis di Zona Insight | Klik di sini untuk Daftar

    Manfaatkan kesempatan selama 3 bulan bersama Zona Insight untuk memberi dampak dan inspirasi lewat tulisan. Kamu juga akan dibekali pengetahuan dan keterampilan menulis oleh mentor Zona Insight, serta mendapatkan sertifikat penghargaan sebagai penulis inspiratif.

Tampilkan postingan dengan label Inspiratif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspiratif. Tampilkan semua postingan

Jumat, 18 April 2025

10 QUOTES ARSA DANIALSA


Kita percaya setiap pencapaian individu kita adalah kombinasi antara pikiran, perkataan dan perbuatan. Kami biasa menyebut ini dengan istilah Neuro Linguistic Programming (NLP). Bahwa pikiran kita dapat memengaruhi perkataan, dan perkataan dapat memengaruhi tingkah laku kita. Pada konteks ini, selain pikiran yang positif, kata-kata yang positif memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan kita sehari-hari. Berikut 10 kumpulan kata-kata dari Arsa Danialsa, seorang Dosen dan Trainer di bidang pengembangan diri dan Neuro Linguistic Programming (NLP) yang kami rangkum untuk Anda:

"Sebelum berpikir mengubah dunia, ubahlah pikiranmu terlebih dulu."

"Mau se-idealis apapun kita, sisakan sedikit ruang untuk keikhlasan. Karena semua orang akan realistis juga pada waktunya. Kita boleh idealis dengan mimpi dan cita-cita, tapi jangan lupakan, akan selalu ada ketidaksesuaian atas hasil yg kita dapatkan."

"Orang-orang kebanyakan hanya bisa memberi contoh tapi tidak bisa menjadi contoh."

"Ada dua respon yang mungkin akan kita rasakan saat gagal; kecewa dan ikhlas. Jika kecewa, maka sadarlah. Jika iklas, maka belajarlah."

"Jika gagal adalah pilihan, lebih baik gagal karena sudah mencoba daripada gagal tapi tidak mencoba sama sekali."

"The map is not the territory; peta bukanlah wilayah yang sebenarnya. Begitupun apa yang kita pikirkan belum tentu kenyataanya. Tapi ingat dan berhati-hatilah, apa yang kita pikirkan bisa jadi akan menjadi kenyataan jika kita mengamini dan meyakini pikiran tersebut."

"Sudahlah, tidak ada waktu untuk terus mengeluh. Teruslah bernapas."

"Orang kaya yang sebenarnya bukanlah mereka yang punya apa, melainkan yang bisa berbagi apa."

"Mau se-idealis apapun kita, sisakan sedikit ruang keikhlasan. Karena pada akhirnya semua orang akan realistis juga pada waktunya. Kita boleh idealis dengan mimpi dan cita-cita, tapi jangan lupakan, akan selalu ada ketidaksesuaian atas hasil yang kita dapatkan."

"Orang-orang kebanyakan hanya bisa memberi contoh, bukan menjadi contoh."

Semoga kata-kata di atas dapat memberikan makna dan dampak baru yang lebih positif untuk aktivitas kita semua.

Jumat, 13 Desember 2024

Kerajaan Milenial


 

“Ketika anak muda tidak mendapat tempat di sebuah kerajaan, maka buatlah kerajaan sendiri dan jadilah raja di dalamnya,” Basri Amin. Sebuah kalimat yang amat menguatkan diri bagi anak muda agar menjadi berani dan pantang menyerah. Pada kondisi dunia yang penuh dengan kemajuan dan identik dengan persaingan, para anak muda berlomba-lomba untuk tampil lebih baik agar mendapat tempat di atas panggung globalisasi.

Era globalisasi tidak hanya menjadi tantangan bagi anak muda, melainkan juga menjadi medan perang di abad 21 sehingga perlu adanya kekuatan yang teramat besar untuk bisa berjaya dan tampil sebagai pemenang. Kekuatan yang dimaksud berhubungan dengan mental dan skill yang dimiliki setiap anak muda sebagai modal untuk dapat bersaing dan memberikan kontribusi terhadap negeri yang begitu dicintai.

Menyinggung perihal globalisasi, Dana Moneter Internasional (IMF) mengidentifikasi dasar globalisasi dalam empat aspek yakni perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, serta pembebasan ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan empat aspek tersebut, telah terjadi perubahan besar-besaran yang mulai terasa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang oleh Friedrich Engels dan Louis Auguste Blanqui menyebutnya sebagai revolusi industri dan hingga kini telah memasuki era ke-4 atau dikenal dengan istilah revolusi industri 4.0.

Bicara perihal revolusi industri 4.0, tentu tidak lepas dari keterlibatan anak muda sebagai generasi milenial yang disebut-sebut menjadi penggerak utama era 4.0, sehingga sebuah keharusan  dalam menghadapi perubahan dimaksud bukanlah hal yang absurd bahwa anak muda dihantui oleh penyesuaian perilaku hingga pemantapan keterampilan yang secara mutlak harus dimiliki dan dikuasai. Jika tidak, anak muda hanya akan menjadi penonton yang ahli dalam mengomentari tetapi tidak memiliki keterampilan atau skill sebagai alat untuk tampil di panggung dunia.

Sehubungan dengan itu, BAPPENAS (2018) menyatakan bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi di 2030 mendatang, sebagai hadiah yang harus disikapi dengan sedemikian serius. Artinya, anak muda akan menjadi pemeran utama dalam menghadapi tantangan global yang semakin maju dan penuh dengan persaingan.

Oleh karena itu, muncul pertanyaan besar, apakah saat itu Indonesia akan baik-baik saja di tangan anak mudanya? Atau justru sebaliknya? Hanya kita sebagai anak mudalah yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Namun begitu, sebagai warga negara yang memiliki cita-cita yang luhur, kita sepatutnya optimis tidak hanya dengan kondisi Indonesia sepuluh atau duapuluh tahun mendatang, tetapi akan seperti apa kita sebagai anak muda sepuluh hingga duapuluh tahun yang akan datang.

Optimisme anak muda sangat penting sebagai upaya meyakinkan diri bahwa kita mampu untuk menghadapi fenomena di era 4.0. Dalam fenomena revolusi industri 4.0 ini, selain kecanggihan teknologi, kemudahan mengakses informasi, banyaknya persaingan di dunia kerja, dan fenomena lain yang begitu rumitnya, hadir sebuah tantangan yang menjadi pekerjaan rumah terbesar kita saat ini. Tantangan tersebut adalah kesiapan sumber daya manusia yang ada khususnya kondisi anak muda itu sendiri. Seberapa berkualitasnya generasi milenial yang ada untuk menunjang kemajuan dan kecanggihan dunia.

Kemajuan dan kecanggihan teknologi telah menyebabkan munculnya konsekuensi sosial yang menjadi dorongan tersendiri bagi anak muda agar tidak menjadi generasi yang tertinggal atau diam di tempat. Lalu, apa yang seharusnya perlu dilakukan anak muda dalam menghadapi perang globalisasi di abad 21 ini? Tentu perang yang dimaksud bukanlah perang melawan orang lain, melainkan perang melawan tantangan kemajuan dan perang melawan diri sendiri. Oleh karena itulah saya selaku representatif dari anak muda berpandangan bahwa kerajaan yang dimaksud pada pembuka tulisan di atas adalah kerajaan yang lahir dari keterampilan dan kreativitas yang kita miliki lalu dibesarkan dengan saling bekerja sama atau berkolaborasi untuk meruntuhkan rumitnya tantangan globalisasi tersebut.

Keterampilan dan kreativitas yang dimaksud akan menjadi investasi paling besar sebagai upaya menaklukkan diri dari sikap apatis (acuh tak acuh), malas, dan pesimis (putus asa). Selain itu, keterampilan dan kreativitas akan menjadi senjata terbesar untuk menjaga dan mengokohkan kerajaan dimaksud. Setelah memperkuat kerajaan dengan keterampilan dan kreativitas tersebut, kemudian kita harus melibatkan orang lain sebagai bentuk kolaborasi dalam menghadapi tantangan globalisasi abad 21.

Dalam implementasinya, sebagai anak muda yang visioner kita harus pintar membaca peluang yang ada. Hal tersebut sangat penting untuk mengetahui keterampilan, minat/bakat (passion) apa yang kita miliki, sehingga memudahkan kita untuk mengembangkannya sebagai bekal diri sendiri di masa yang akan datang. 

Kita tentu sadar, bahwa setiap manusia dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga melibatkan orang lain dalam setiap aktivitas penyesuaian diri bukanlah hal yang harus dihindari. Justru di era yang semakin terbuka ini kita pun harus terbuka menerima perubahan dan kelebihan orang lain agar tercipta lingkungan yang produktif dan saling menguntungkan. Kita boleh berprasangka baik agar mental anak muda atau generasi milenial tidak hanya dapat memperbaiki diri sendiri melainkan juga orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Jumat, 06 Desember 2024

Kenapa Hidup Secapek Itu?


Sumber Gambar: Canva


Kadang, hidup tuh rasanya kayak jalan di treadmill yang nggak ada ujungnya kan? Baru aja kelar satu tugas, eh, muncul lagi yang lain. Baru mau napas sebentar, eh, ada aja yang bikin ribet. Pernah nggak sih ngerasa capek banget, tapi bingung sendiri, ini capek karena apa?

Sebenernya, capek hidup itu wajar banget, kok. Namanya juga manusia, otak dan badan kita nggak dirancang buat kerja terus-terusan kayak mesin. Apalagi di zaman sekarang, hidup tuh nggak cuma soal kerja atau sekolah. Ada ekspektasi, standar sosial, dan overthinking yang nggak kelar-kelar. Liat orang lain sukses di medsos, langsung ngerasa hidup kita jauh banget dari kata "oke." Padahal, di balik layar mereka bisa jadi lagi struggling juga, cuman bedanya gak mereka posting di medsosnya.

Faktor lain? Bisa jadi kita terlalu memaksa diri. Kadang tuh kita lupa kalau diri sendiri juga butuh istirahat. Bukannya malas, tapi badan dan pikiran kita juga perlu waktu buat nge-recharge. Kalau baterai HP aja harus diisi ulang, masa kita nggak?

Nah ada beberapa faktor khusus yang membuat kita ngerasa “Kok, hidupku secapek ini ya?”

1.  1. Siklus hidup ‘dunia oriented’ maksudnya adalah ketika semua yang kita lakuin cuma fokus sama dunia: cari uang, barang mewah, popularitas, atau apapun yang bikin kita kelihatan ‘wah’ di depan orang lain. Kebahagiaan kita diukur dari materi atau pencapaian duniawi. Tapi masalahnya, dunia itu fana alias sementara. Mau sekeras apa pun kita ngejar, nggak bakal ada yang benar-benar bikin puas. Begitu dapat satu hal, kita langsung pengen yang lebih besar lagi. Bener atau bener banget? 

    2. Salah dalam menentukan ‘goals of life’. Kadang kita tuh suka salah langkah pas nentuin tujuan hidup. Misalnya, ada yang cuma ngejar "gue harus kaya, harus terkenal, harus punya ini-itu!" Tapi... pas udah dapet, kok tetep ngerasa kosong ya? Penting banget buat nentuin goals yang nggak cuma bikin kita bahagia sekarang, tapi juga bikin hidup kita lebih bermakna. Misalnya, “Gimana caranya gue bisa jadi manfaat buat orang lain?” atau “Apa yang bisa gue lakukan buat investasi akhirat gue?” Dengan goals yang lebih dalam kayak gitu, kita jadi punya arah yang jelas dan nggak gampang kehilangan tujuan walaupun ada tantangan di tengah jalan.

    3. Kehilangan cara pandang hidup yang benar. Maksudnya adalah kita nggak punya "kompas" buat nentuin arah hidup. Padahal, hidup itu perlu panduan. Kalau nggak punya prinsip atau pegangan, kita bisa gampang kebawa arus—entah itu tren, pendapat orang, atau bahkan godaan yang nggak baik. Akhirnya, keputusan-keputusan kita jadi asal-asalan, bahkan sering nyesel, dan merasa nggak puas sama apa pun yang kita jalani. Cara pandang hidup yang benar itu kayak peta. Kalau kita udah kehilangan peta itu, ya siap-siap aja tersesat, bingung, dan ngerasa hampa meskipun punya banyak hal. Dan hal ini punya cara pandang yang jelas itu penting banget buat diri kita, misalnya dengan ngeh tujuan hidup kita itu apa, nilai-nilai apa yang mau kita pegang, dan apa yang benar-benar bikin kita bahagia di jalan yang benar.

Jadi, kalau kamu ngerasa secapek itu, coba deh ambil waktu untuk istirahat sejenak. Jangan anggap semuanya harus selesai sekaligus. Belajar bilang "nggak" ke hal-hal yang nggak penting juga penting banget. Terakhir, coba hargai langkah kecil yang udah kamu ambil.

Capek itu tanda kamu hidup, tapi jangan sampai lupa kalau hidup juga harus dinikmati^^

Rabu, 04 Desember 2024

Mental Penuntut Ilmu Itu Nggak Mudah Meremehkan

 




    Jadi seorang penuntut ilmu tuh sebenarnya lebih dari sekadar belajar di kelas, hafalin materi, atau ngejar nilai bagus. Guruku di saat mengisi kelasnya mengatakan bahwa mental seorang penuntut ilmu yang beneran solid itu punya prinsip, yaitu nggak gampang ngeremehin, baik orang lain maupun sesuatu yang kelihatannya sepele.

    Kenapa gitu? Karena belajar itu bukan soal merasa paling tahu, tapi justru sadar kalau dunia ini terlalu luas buat dikuasai sendirian. Ada jutaan hal yang belum kita pahami, dan tiap orang punya sesuatu yang bisa kita pelajari. Kalau kita terlalu gampang ngeremehin, sebenarnya kita lagi nutup pintu buat dapat insight baru. Padahal, bisa jadi pelajaran terbaik datang dari hal-hal kecil yang kita anggap nggak penting.

    Hal ini sangat sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya ilmu dan sikap tawadhu’ (rendah hati). Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan menjadikan dia paham tentang agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Paham akan agama bukan hanya tentang menguasai teks-teks agama, tetapi juga tentang memahami kehidupan secara lebih luas, dan itu bisa datang dari mana saja.

    Misalnya, ada orang yang menurut kita “nggak pinter-pinter amat,” tapi ternyata dia punya pengalaman hidup yang ngasih perspektif baru. Atau sesuatu yang kita pikir “ah, ini gampang,” tapi ternyata pas dicoba, kok ya susahnya minta ampun?

    Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu menjaga sikap rendah hati dan tidak meremehkan orang lain. Bahkan, dalam Al-Qur’an Allah berfirman, “Janganlah kamu memandang rendah orang lain, karena Allah yang Maha Mengetahui setiap amal perbuatan.” (QS. Al-Hujurat: 11). Ayat ini menegaskan agar kita tidak pernah merasa lebih tinggi dari orang lain atau merendahkan mereka hanya berdasarkan status sosial, penampilan, atau apa yang terlihat di luar. Seringkali, kita mudah merasa superior dan menganggap diri lebih baik dari orang lain hanya karena pencapaian atau pengetahuan kita. Namun, Allah dengan tegas mengingatkan bahwa segala amal perbuatan seseorang diketahui sepenuhnya oleh-Nya, bukan oleh kita sebagai makhluk-Nya. Kita nggak tahu dari mana ilmu dan hikmah itu datang, dan siapa yang akan jadi sumber pelajaran berharga bagi kita.

    Intinya, mental seorang penuntut ilmu itu rendah hati. Mereka paham banget kalau belajar itu nggak terbatas di ruang kelas atau hanya dari dosen/guru aja. Ilmu bisa datang dari mana saja, termasuk dari orang yang nggak kita duga. Dari orang yang lebih tua, teman seangkatan, bahkan anak kecil sekalipun, selalu ada pelajaran yang bisa diambil. Mereka nggak buru-buru nge-judge atau merasa diri sudah tahu segalanya. Justru, mereka selalu bertanya, "Hmm, apa ya yang bisa gue pelajari dari ini?"

    Jadi, kalau kita serius mau jadi pembelajar sejati, yuk coba stop gampang meremehkan. 

    Dunia ini luas banget, ilmu itu nggak ada ujungnya, dan siapa tahu, hal yang kita anggap kecil hari ini justru yang bikin perubahan besar buat kita di masa depan. Ingat, dalam Islam, ilmu itu salah satu jalan mendekatkan diri kepada Allah, dan orang yang mencari ilmu dengan ikhlas adalah orang yang dicintai-Nya. 

    Keep learning, keep humble!

Selasa, 03 Desember 2024

Orang Tua Kaya dan Anak Miskin VS Orang Tua Miskin dan Anak Kaya

 



Biasanya, dalam keseharian hidup, kita kerap kali menemukan berbagai macam fenomena yang bahkan tidak disangka-sangka bisa terjadi. Ada-ada saja kejutan hidup yang kita saksikan atau bahkan kita alami. Entah dalam waktu yang cukup singkat, atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Dalam hal ini, saya sedang ingin membicarakan fenomena terbalik yang sebenarnya saya sendiri menyaksikan bahkan mengalami ini. Fenomena yang sudah teman-teman baca di bagian judul; "Orang Tua Kaya dan Anak Miskin VS Orang Tua Miskin dan Anak Kaya."

Meskipun sebenarnya, kita juga akan menemukan ada orang tua kaya dan anak kaya, pun orang tua miskin, anaknya juga miskin. Namun, dalam konteks ini, saya hanya akan berfokus membahas berdasarkan judul di atas.

Dulu, waktu masih sekolah, saya memiliki beberapa teman yang orang tuanya bisa dikatakan mapan atau kaya, dengan status dan jabatan yang beragam, mulai dari ASN, Pejabat, hingga Pengusaha. Oleh karena kekayaan dan kejayaan orang tua mereka, anak-anaknya juga ikut menikmatinya. Namun, mereka cenderung bersikap hedonisme, boros, malas belajar, suka buang-buang waktu, dan perilaku-perilaku negatif lainnya. Secara menyesal, saya harus sebut mereka sebagai anak-anak miskin (etika, perilaku dan cara pandang) dari orang tua yang kaya. Mereka mungkin berpikir, dengan orang tua yang kaya dan punya jabatan, hidup mereka sudah aman-aman saja, sehingga menikmati hasil keringat orang tua mereka sudah sangat cukup.

Sebaliknya, di lain orang, beberapa teman saya memiliki orang tua yang biasa-biasa saja, pekerjaan yang hanya cukup untuk makan sehari-hari, tetapi anak-anaknya justru yang paling rajin dan pintar di kelas. Pintar mengelola uang jajan hingga berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Mereka sadar diri dengan kondisi orang tua dan ekonomi mereka. 

Singkat saja, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, karena dipisahkan oleh pendidikan lanjut bahkan sampai perguruan tinggi, banyak hal yang kami lewatkan. Ada begitu banyak proses dan pelajaran hidup yang mungkin mereka dapatkan, tetapi satu hal yang pasti, kehidupan mereka yang saya kenal sudah sangat melekat di ingatan saya seperti apa karakter dan perilaku mereka.

Lalu, apa yang terjadi? Beberapa dari mereka, para anak miskin dari orang tua kaya pada akhirnya tidak menjadi apa-apa setelah dewasa. Sejauh kenalan yang saya punya, mereka yang seharusnya berpotensi memiliki atau bahkan melanjutkan privilege orang tua mereka, malah justru sebaliknya.  Tidak memiliki relasi yang kuat, pekerjaan yang mapan, bahkan jabatan penting. Beberapa yang saya kenal ada yang mendapat warisan usaha milik orang tua yang pada akhirnya harus tutup (bangkrut), bahkan ada yang terpaksa harus menjual isi rumah hanya agar bisa bertahan hidup beberapa hari bahkan bulan ke depan. 

Anggapan mereka soal hidup berkecukupan hanya karena memiliki orang tua kaya, adalah kesalahan yang sebenarnya bisa dihindari oleh para orang tuanya. Anak-anak mereka terbiasa hidup di hari ini dengan kesenangan yang bahkan bukan milik mereka. Tidak ada perencanaan masa depan yang baik, atau bahkan sekadar ingin jadi apa saja mereka bingung menjawabnya.

Di lain situasi, anak-anak dari orang tua miskin justru malah menjadi orang. Mereka tidak diwariskan harta, kekayaan dan jabatan oleh orang tuanya. Tidak ada materi yang berarti, hanya pelajaran hidup yang menyadarkan mereka, bahwa hidup serba berkecukupan cukup dirasakan oleh orang tuanya saja, sementara anak-anaknya, harus punya cukup bekal untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan dan misteri. Pada akhirnya, justru anak-anak kaya dari orang tua miskin inilah yang memberikan kekayaan dan kejayaan bagi orang tuanya. 

Pada penutup tulisan ini, saya ingin memperjelas dan mempertegas, bahwa anak miskin dan kaya yang saya maksud pada tulisan ini sebenarnya berkaitan dengan sikap dan cara pandang. Bagaiman mereka seharusnya bersikap dan melihat segala sesuatu yang dimiliki oleh orang tuanya, belum tentu dapat menyelamatkan hidup mereka di kemudian hari, dan belum tentu juga dapat mencelakakan mereka. Punya orang tua kaya tidak menjamin anaknya bisa seberuntung orang tuanya, begitupun punya orang tua miskin, tidak menuntut kemungkinan, anaknya akan menjadi orang terpandang, relasi dan kemapanan yang dapat memperbaiki kehidupan orang tua dan keluarganya.

Tulisan ini hanya sebagai inspirasi bagi kita semua, meskipun pada nyatanya, masih banyak anak dari orang tua kaya yang bisa menjadi kaya, dan ada begitu banyak anak dari orang tua miskin yang tetap menjadi miskin. Sekali lagi, ini soal bagaimana kita bersikap dan bagaimana sudut pandang kita soal kehidupan.





Minggu, 01 Desember 2024

Ustadz Roswan Manto, M.Pd.: Cerminan UAS Versi Gorontalo yang Muda dan Menginspirasi


 

Dalam setiap masyarakat, kehadiran seorang tokoh yang berpengaruh dapat memberikan dampak yang luar biasa, baik dalam membentuk nilai-nilai sosial maupun dalam memberikan inspirasi bagi generasi penerus. Di Gorontalo, salah satu sosok yang kini semakin dikenal luas dan diakui pengaruhnya adalah Ustadz Roswan Manto, M.Pd. Sebagai seorang dai muda, Ustadz Roswan digadang-gadang akan menjadi sosok seperti Ustadz Abdul Somad, yang memiliki daya tarik besar di kalangan umat. Penulis melihat bahwa kemampuannya dalam public speaking dan cara menyampaikan ceramahnya yang khas menjadikannya tokoh yang membawa pengaruh besar di dunia dakwah, tidak hanya bagi daerah, tetapi juga bagi kalangan generasi muda yang ada di Gorontalo.

Ceramah-ceramah Ustadz Roswan sering kali tidak hanya berisi nasihat agama yang mendalam, tetapi juga dipenuhi dengan humor segar yang membuat audiens merasa nyaman dan tertawa lepas. Keberhasilan beliau dalam menggabungkan ilmu agama dengan hiburan yang sehat menunjukkan kecerdasan emosionalnya dalam berinteraksi dengan audiens/jamaah, menjadikan pesan-pesan yang disampaikannya lebih mudah diterima dan dipahami. Kemampuannya untuk menghidupkan suasana dengan gaya ceramah yang ringan namun berbobot, menjadikannya sebagai salah satu penceramah yang banyak diundang untuk mengisi acara-acara keagamaan bukan hanya di Gorontalo, pun daerah/provinsi di luar Gorontalo.

Dalam aktivitasnya sehari-hari, Ustadz Roswan tidak hanya sebagai penceramah kondang yang sering diundang sana-sini, melainkan juga berperan penting dalam dunia pendidikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni pengajar di MAN 1 Kota Gorontalo dan beberapa kampus yang ada di Gorontalo. Kombinasi peran ganda ini semakin memperkaya kiprahnya, menjadikannya figur yang dihormati baik dalam dunia dakwah maupun di dunia pendidikan. Sebagai seorang pendidik sekaligus dai, ia berhasil menunjukkan bahwa dunia agama dan pendidikan dapat berjalan beriringan, memberikan teladan bagi generasi muda yang ingin berkarya dalam dua bidang tersebut.

Bagi penulis, Ustadz Roswan Manto adalah sosok dai muda yang memiliki potensi besar untuk menjadi ustadz kondang di masa depan, bahkan bisa sejajar dengan Ustadz Abdul Somad. Semangat dakwahnya yang inspiratif dan kemampuan berbicaranya yang luar biasa menjadikannya contoh yang patut diikuti oleh banyak orang, terutama generasi muda yang ingin menyeimbangkan kehidupan profesional, spiritual dan kontribusi sosial mereka.

Sabtu, 30 November 2024

Ayo Kita Refleksi Lagi dan Jadilah Manusia Positif

 



Membangun Mindset Positif

Mindset positif adalah cara berpikir yang berfokus pada optimisme, keberanian, dan keyakinan bahwa segala sesuatu dapat berjalan dengan baik. Memiliki mindset positif sangat penting karena:

  1. Meningkatkan Kesehatan Mental: Pikiran positif dapat mengurangi stres, kecemasan, dan depresi, serta meningkatkan rasa bahagia dan puas dalam hidup.
  1. Meningkatkan Kesehatan Fisik: Studi menunjukkan bahwa orang dengan mindset positif memiliki risiko lebih rendah terhadap penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kondisi kesehatan lainnya.
  1. Meningkatkan Produktivitas: Pikiran yang positif mendorong motivasi, kreativitas, dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas.
  1. Memperkuat Hubungan: Orang yang berpikir positif cenderung lebih ramah, suportif, dan mampu membangun hubungan yang sehat dan harmonis.
  1. Mengatasi Tantangan: Mindset positif membantu seseorang melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai hambatan.
Cara Membangun dan Mempertahankan Mindset Positif
  1. Fokus pada Hal-Hal Baik: Latih diri kita untuk fokus pada hal-hal positif. Buat jurnal syukur untuk mencatat hal-hal baik yang terjadi setiap hari.
  1. Ubah Pikiran Negatif: Saat pikiran negatif muncul, identifikasi dan gantikan dengan pikiran yang lebih positif dan realistis.
  1. Bergaul dengan Orang Positif: Lingkungan yang positif dapat mempengaruhi cara berpikir kita. Habiskan waktu dengan orang-orang yang mendukung dan memotivasi kita.
  1. Lakukan Affirmasi: Gunakan afirmasi positif untuk menguatkan keyakinan diri kita. Contoh afirmasi adalah “Saya mampu mencapai tujuan saya” atau “Saya layak mendapatkan kebahagiaan.”
  1. Jaga Kesehatan Fisik: Pola makan sehat, tidur yang cukup, dan olahraga teratur dapat meningkatkan suasana hati dan membantu menjaga pikiran tetap positif.
  1. Latihan Meditasi dan Mindfulness: Meditasi dan mindfulness membantu mengelola stres dan meningkatkan kesadaran diri, yang penting untuk mempertahankan mindset positif.
Latihan dan Aktivitas untuk Pengembangan Mindset
  1. Jurnal Syukur: Tuliskan tiga hal yang kita syukuri setiap hari untuk membantu fokus pada aspek positif dalam hidup.
  1. Visualisasi: Bayangkan diri kita mencapai tujuan dan meraih kesuksesan. Visualisasi dapat meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi.
  1. Latihan Refleksi Diri: Luangkan waktu setiap hari untuk merefleksikan pikiran dan perasaan kita, serta belajar dari pengalaman.
  1. Berbuat Baik: Melakukan kebaikan untuk orang lain, seperti membantu teman atau berpartisipasi dalam kegiatan sukarela, dapat meningkatkan rasa bahagia dan puas.
  1. Meningkatkan Pengambilan Keputusan: Kesadaran diri membantu kita untuk membuat keputusan yang lebih baik dan sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan kita.
  1. Meningkatkan Hubungan: Memahami diri sendiri membantu Anda berkomunikasi lebih efektif dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan orang lain.
  1. Mengelola Emosi: Kesadaran diri memungkinkan kita untuk mengidentifikasi dan mengelola emosi negatif dengan lebih efektif.
  1. Pengembangan Pribadi: Mengetahui kekuatan dan kelemahan kita memungkinkan untuk terus berkembang dan mencapai potensi secara penuh.

Mengenal Diri Sendiri—Pentingnya Self-Awareness

Self-awareness atau kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi, pikiran, dan perilaku Anda sendiri. Ini penting karena:



Total Tayangan Halaman

Kategori

Recent Posts

Teknologi Canggih, Skill Harus Level Up: Gen Z Siap?

Zaman sekarang, siapa yang gak tau teknologi Artificial Intelligence (AI)? Semuanya bisa dikerjakan sama teknologi ini, bahkan dalam beberap...

Quotes

"Sebelum berpikir untuk mengubah dunia, terlebih dulu ubahlah pikiranmu" Arsa Danialsa_

Quotes

"Tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada hanyalah feedback" Arsa Danialsa_

Butuh Bantuan?

Nama

Email *

Pesan *