“Ketika
anak muda tidak mendapat tempat di sebuah kerajaan, maka buatlah kerajaan
sendiri dan jadilah raja di dalamnya,” Basri Amin. Sebuah kalimat yang amat
menguatkan diri bagi anak muda agar menjadi berani dan pantang menyerah. Pada
kondisi dunia yang penuh dengan kemajuan dan identik dengan persaingan, para
anak muda berlomba-lomba untuk tampil lebih baik agar mendapat tempat di atas
panggung globalisasi.
Era
globalisasi tidak hanya menjadi tantangan bagi anak muda, melainkan juga
menjadi medan perang di abad 21 sehingga perlu adanya kekuatan yang teramat
besar untuk bisa berjaya dan tampil sebagai pemenang. Kekuatan yang dimaksud
berhubungan dengan mental dan skill yang
dimiliki setiap anak muda sebagai modal untuk dapat bersaing dan memberikan
kontribusi terhadap negeri yang begitu dicintai.
Menyinggung
perihal globalisasi, Dana Moneter Internasional (IMF) mengidentifikasi dasar
globalisasi dalam empat aspek yakni perdagangan dan transaksi, pergerakan modal
dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, serta pembebasan ilmu
pengetahuan. Sehubungan dengan empat aspek tersebut, telah terjadi perubahan
besar-besaran yang mulai terasa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang
oleh Friedrich Engels dan Louis Auguste Blanqui menyebutnya
sebagai revolusi industri dan hingga kini telah memasuki era ke-4 atau dikenal
dengan istilah revolusi industri 4.0.
Bicara
perihal revolusi industri 4.0, tentu tidak lepas dari keterlibatan anak muda
sebagai generasi milenial yang disebut-sebut menjadi penggerak utama era 4.0,
sehingga sebuah keharusan dalam
menghadapi perubahan dimaksud bukanlah hal yang absurd bahwa anak muda dihantui
oleh penyesuaian perilaku hingga pemantapan keterampilan yang secara mutlak
harus dimiliki dan dikuasai. Jika tidak, anak muda hanya akan menjadi penonton
yang ahli dalam mengomentari tetapi tidak memiliki keterampilan atau skill sebagai alat untuk tampil di
panggung dunia.
Sehubungan
dengan itu, BAPPENAS (2018) menyatakan bahwa Indonesia akan mengalami bonus
demografi di 2030 mendatang, sebagai hadiah yang harus disikapi dengan
sedemikian serius. Artinya, anak muda akan menjadi pemeran utama dalam
menghadapi tantangan global yang semakin maju dan penuh dengan persaingan.
Oleh
karena itu, muncul pertanyaan besar, apakah saat itu Indonesia akan baik-baik
saja di tangan anak mudanya? Atau justru sebaliknya? Hanya kita sebagai anak
mudalah yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Namun begitu, sebagai warga
negara yang memiliki cita-cita yang luhur, kita sepatutnya optimis tidak hanya
dengan kondisi Indonesia sepuluh atau duapuluh tahun mendatang, tetapi akan
seperti apa kita sebagai anak muda sepuluh hingga duapuluh tahun yang akan
datang.
Optimisme
anak muda sangat penting sebagai upaya meyakinkan diri bahwa kita mampu untuk
menghadapi fenomena di era 4.0. Dalam fenomena revolusi industri 4.0 ini,
selain kecanggihan teknologi, kemudahan mengakses informasi, banyaknya
persaingan di dunia kerja, dan fenomena lain yang begitu rumitnya, hadir sebuah
tantangan yang menjadi pekerjaan rumah terbesar kita saat ini. Tantangan
tersebut adalah kesiapan sumber daya manusia yang ada khususnya kondisi anak
muda itu sendiri. Seberapa berkualitasnya generasi milenial yang ada untuk
menunjang kemajuan dan kecanggihan dunia.
Kemajuan
dan kecanggihan teknologi telah menyebabkan munculnya konsekuensi sosial yang
menjadi dorongan tersendiri bagi anak muda agar tidak menjadi generasi yang
tertinggal atau diam di tempat. Lalu, apa yang seharusnya perlu dilakukan anak
muda dalam menghadapi perang globalisasi di abad 21 ini? Tentu perang yang
dimaksud bukanlah perang melawan orang lain, melainkan perang melawan tantangan
kemajuan dan perang melawan diri sendiri. Oleh karena itulah saya selaku
representatif dari anak muda berpandangan bahwa kerajaan yang dimaksud pada
pembuka tulisan di atas adalah kerajaan yang lahir dari keterampilan dan
kreativitas yang kita miliki lalu dibesarkan dengan saling bekerja sama atau
berkolaborasi untuk meruntuhkan rumitnya tantangan globalisasi tersebut.
Keterampilan
dan kreativitas yang dimaksud akan menjadi investasi paling besar sebagai upaya
menaklukkan diri dari sikap apatis (acuh tak acuh), malas, dan pesimis (putus
asa). Selain itu, keterampilan dan kreativitas akan menjadi senjata terbesar
untuk menjaga dan mengokohkan kerajaan dimaksud. Setelah memperkuat kerajaan
dengan keterampilan dan kreativitas tersebut, kemudian kita harus melibatkan
orang lain sebagai bentuk kolaborasi dalam menghadapi tantangan globalisasi
abad 21.
Dalam
implementasinya, sebagai anak muda yang visioner kita harus pintar membaca
peluang yang ada. Hal tersebut sangat penting untuk mengetahui keterampilan,
minat/bakat (passion) apa yang kita
miliki, sehingga memudahkan kita untuk mengembangkannya sebagai bekal diri
sendiri di masa yang akan datang.
Kita tentu sadar, bahwa setiap manusia dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga melibatkan orang lain dalam setiap aktivitas penyesuaian diri bukanlah hal yang harus dihindari. Justru di era yang semakin terbuka ini kita pun harus terbuka menerima perubahan dan kelebihan orang lain agar tercipta lingkungan yang produktif dan saling menguntungkan. Kita boleh berprasangka baik agar mental anak muda atau generasi milenial tidak hanya dapat memperbaiki diri sendiri melainkan juga orang lain dan lingkungan sekitarnya.
0 Post a Comment:
Posting Komentar