• Ingin Cerita Anda Menginspirasi Dunia | Coming Soon

    Di Zona Insight, kami percaya bahwa setiap individu dan kelompok memiliki cerita yang layak didengar. Kami hadir untuk membantu Anda mempublikasikan ide, pengalaman, atau prestasi agar menjangkau lebih banyak audiens.

  • Ayo Jadi Penulis di Zona Insight | Klik di sini untuk Daftar

    Manfaatkan kesempatan selama 3 bulan bersama Zona Insight untuk memberi dampak dan inspirasi lewat tulisan. Kamu juga akan dibekali pengetahuan dan keterampilan menulis oleh mentor Zona Insight, serta mendapatkan sertifikat penghargaan sebagai penulis inspiratif.

Rabu, 18 Desember 2024

OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM KONSTITUSI

 


OLEH: ANDI ASWAR

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum 

Fakultas Hukum

Universitas Negeri Gorontalo


Otonomi daerah merupakan elemen krusial dalam sistem pemerintahan Indonesia yang mendukung desentralisasi. Dengan memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, otonomi ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal, sehingga pembangunan dapat lebih merata dan relevan dengan kondisi masyarakat setempat.

Namun, pelaksanaan otonomi daerah tidak tanpa tantangan. Ketidakjelasan dalam alokasi kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah sering kali menimbulkan konflik kepentingan, terutama dalam hal anggaran dan tanggung jawab. Keterbatasan sumber daya manusia dan keuangan di tingkat pusat juga menjadi hambatan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah secara efektif. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah pusat untuk memperjelas pembagian kewenangan dan meningkatkan dukungan terhadap daerah.

Peran konstitusi dalam menjaga keseimbangan antara otonomi pusat dan daerah sangatlah penting. Melalui pengaturan yang jelas mengenai kewenangan, konstitusi memberikan dasar hukum yang kuat untuk pelaksanaan otonomi daerah yang akuntabel. Pengawasan oleh lembaga independen dan masyarakat sipil juga perlu diperkuat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kebijakan daerah. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta hubungan yang harmonis antara kepentingan nasional dan kebutuhan lokal.

Untuk mengatasi tantangan yang ada, langkah-langkah strategis perlu diambil. Penguatan regulasi, peningkatan kapasitas daerah, dan pemanfaatan teknologi digital dalam tata kelola pemerintahan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Selain itu, kolaborasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting untuk mencapai tujuan otonomi daerah. Dengan upaya bersama, diharapkan otonomi daerah dapat berfungsi sebagai instrumen yang efektif dalam memperkuat integrasi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Secara keseluruhan, otonomi daerah memiliki potensi besar untuk mendorong pembangunan yang lebih inklusif dan merata di Indonesia. Namun, tantangan yang ada harus diatasi dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif. Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah pusat dan partisipasi aktif masyarakat, otonomi daerah dapat menjadi pendorong utama dalam menciptakan pemerintahan yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di seluruh Indonesia.

Menjaga Hak Konstitusional Warga Negara Dalam Perlindungan Kebocoran Data Pribadi

 


Penulis: Fitria, dkk

Universitas Negeri Gorontalo


Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, khususnya dalam bentuk digitalisasi, telah membawa dampak signifikan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di seluruh dunia. Meskipun teknologi pada era digital ini membawa kemajuan yang signifikan sangat besar di Indonesia.

Namun, pada era saat ini transformasi digital juga dapat menimbulkan ketidaksetaraan dalam akses dan pemanfaatan teknologi yang dapat memperdalam kesenjangan sosial dan ekonomi. Selain itu, juga dapat membuka ruang untuk penyalahgunaan data pribadi dan hak privasi seseorang. Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 28 G ayat (1): “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawa kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”.

Tetapi terdapat tantangan yang dihadapi oleh pemerintah mengenai perlindungan hak privasi pada saat ini, yaitu maraknya pembobolan data pribadi masyarakat. Kebocoran data yang melibatkan jutaan pengguna harus menjadi peringatan serius bahwa negara harus memperkuat regulasi dan mewajibkan untuk menjaga privasi warga negaranya sendiri.

Kemudian, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan data pribadi apabila terjadi kebocoran data yang telah merugikan subjek data diri seseorang. Nah, UU ini bertujuan untuk melindungi hak warga negara agar tidak terjadi penyalahgunaan data pribadi seseorang dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga data pribadi kita sendiri. Terdapat juga sanksi pidana bagi pelaku penyebaran data pribadi yang bukan miliknya diatur dalam UU tersebut, yakni salah satunya penjara paling lama 5 tahun dan dikenakan denda paling banyak 5 miliar.

Jadi, penting untuk kita sebagai warga negara yang patuh terhadap aturan negara untuk meminimalisir terjadinya kebocoran data yang terjadi, kita sudah seharusnya menggunakan platfrom digital dengan positif, serta membatasi untuk mengekspos yang bersangkutan dengan data diri, contohnya seperti alamat rumah, nomor telepon, tanggal lahir dan lainnya yang bersangkutan pada privasi yang tidak boleh diketahui orang lain, bahkan orang yang tidak kita kenal.

Menyongsong Pemilu berkeadilan dalam Dinamika Sistem Hukum Konstitusi Indonesia


Penulis: Larasati Pantuko, dkk.
Universitas Negeri Gorontalo 


Perwujudan demokrasi salah satunya diwujudkan melalui terselenggaranya pemilihan umum sebagai sarana legalitas dan legitimasi suksesi pemerintahan, pada Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945” Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Salah satu instrumen untuk melaksanakan kedaulatan rakyat itu adalah melalui Pemilu yang digelar secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil). 

Dalam konstitusi, pemilu dinyatakan sebagai sarana kedaulatan rakyat—sebuah hak konstitusional yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945. Sayangnya, dinamika dari masa ke masa, kualitas demokrasi elektoral di Indonesia masih dihadapkan pada tantangan yang tak kunjung usai. Fenomena seperti politik uang, polarisasi berbasis identitas, serta kecurangan dalam proses pemilu masih menjadi “hantu” yang merongrong integritas demokrasi kita. Lantas, di manakah posisi pemilu kita hari ini?

Konstitusi kita, khususnya Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945, menegaskan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pemilu menjadi instrumen untuk mewujudkan kedaulatan tersebut dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil). Prinsip ini bukan sekadar jargon, melainkan sebuah komitmen hukum untuk memastikan setiap warga negara dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas tanpa tekanan dan intimidasi. Namun, praktiknya tidak semulus itu. Politik transaksional kerap mendistorsi hak suara rakyat, menjadikannya komoditas dalam kontestasi elektoral. Hal ini diperparah dengan lemahnya pengawasan dan rendahnya tingkat edukasi politik di tengah masyarakat.

Jika kita melihat ke belakang, pemilu di Indonesia telah mengalami perjalanan panjang yang merefleksikan dinamika demokrasi. Pemilu pada tahun 1955, sebagai tonggak awal melahirkan optimisme rakyat pasca-kemerdekaan. Namun, pada era Orde Baru pemilu kehilangan substansi demokratisnya. Rakyat hanya menjadi penonton dalam formalitas politik, sementara rezim yang berkuasa terus mendominasi. Baru pada tahun 1999, reformasi membuka ruang bagi pemilu yang lebih bebas dan adil, sekaligus menandai kebangkitan demokrasi elektoral. Perubahan signifikan lainnya terjadi pada 2004 ketika sistem proporsional terbuka diperkenalkan, memungkinkan pemilih untuk memilih langsung calon legislatif berdasarkan suara terbanyak. Sistem ini menjadi harapan baru, meskipun diiringi berbagai tantangan seperti tingginya biaya politik dan persaingan internal partai yang tidak sehat.

Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi pijakan hukum dalam memastikan pemilu yang demokratis dan berkualitas. Regulasi ini mengatur peran penting lembaga independen seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam memastikan penyelenggaraan pemilu yang adil dan transparan. Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai “the guardian of constitution” memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa pemilu untuk menjamin keadilan. Sayangnya, meskipun regulasi telah diperbarui, pelaksanaannya masih menyisakan berbagai tantangan. Netralitas penyelenggara pemilu kerap dipertanyakan, sementara praktik curang dalam proses pemilu masih marak terjadi.

Pemilu seharusnya tidak hanya menjadi sarana pergantian kekuasaan, tetapi juga momentum pendidikan politik bagi rakyat. Partisipasi aktif dalam pemilu mencerminkan kepercayaan rakyat terhadap sistem demokrasi. Namun, jika pemilu terus dibayangi oleh praktik kotor seperti politik uang dan polarisasi identitas, maka esensi demokrasi akan semakin terkikis. Diperlukan penegakan hukum yang tegas terhadap setiap pelanggaran pemilu, peningkatan profesionalisme penyelenggara, serta edukasi politik yang masif dan berkelanjutan.

Pada akhirnya, pemilu adalah ujian bagi bangsa ini dalam menjaga janji konstitusi. Keberhasilannya tidak hanya diukur dari angka partisipasi pemilih, tetapi juga dari seberapa jauh pemilu mampu mencerminkan keadilan, transparansi, dan representasi. Pemilu yang berkualitas adalah cerminan dari demokrasi yang sehat, di mana rakyat benar-benar berdaulat atas pilihannya. Jika kita ingin Indonesia menjadi negara yang demokratis dan berkeadilan, maka pemilu harus menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan rakyat terhadap demokrasi. Menjaga pemilu yang berkualitas berarti menjaga harapan demokrasi tetap hidup di negeri ini.


Minggu, 15 Desember 2024

Pendidikan Mental Berbasis Neo Neuro Linguistic Programming (NLP)




Dilansir dari laman KOMPAS.com menyatakan bahwa “setiap 40 detik ada satu orang di dunia yang bunuh diri. Sementara di Indonesia, menurut  Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan RI dr. Fidiansyah, Sp.Kj. menyatakan bahwa setiap hari ada 5 orang yang bunuh diri.”

Data di atas menunjukkan dampak dari adanya gangguan kesehatan mental atau jiwa setiap orang yang memiliki masalah kehidupan yang cukup berat sehingga berakibat pada keputusan untuk bunuh diri. Ditambah lagi dengan adanya survei oleh Global Health Data Exchange 2017 menyebutkan bahwa di Indonesia ada 27.3 juta orang yang mengalami gangguan mental atau kejiwaan.  Hal ini membuktikan minimnya penanganan dan pencegahan gangguan mental dan kejiwaan di Indonesia.

Gangguan mental atau kejiwaan itu sendiri merupakan penyakit yang memengaruhi emosi, pola pikir, dan perilaku penderitanya, (alodokter.com). Mental yang sehat dan positif tentu saja menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh siapa pun. Mengingat ini bukanlah penyakit baru, selama bertahun-tahun penyakit ini justru menjadi perhatian khusus bagi semua kalangan terutama bagi para psikolog dan psikiater. 

Adanya gangguan mental itu sendiri dapat diminimalisir dan dapat pula dicegah. Sayangnya hingga saat ini pun masalah kesehatan mental masih disepelekan oleh masyarakat Indonesia. Belum lagi, kondisi saat ini bisa dibilang dapat menjadi pemicu meningkatnya gangguan mental bagi masyarakat Indonesia. 

Berdasarkan permasalahan di atas, saya coba merekomendasikan pencegahan terhadap gangguan kesehatan mental melalui Pendidikan Mental Berbasis Neo Neuro Linguistic Programming (NLP). NLP merupakan ilmu yang juga mempelajari mengenai psikoterapi dan dapat menjadi solusi untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan mental pada individu.

Dalam implementasinya, berikut beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau mencegah terjadinya gangguan kesehatan mental: 

Presupositions, merupakan metode yang berfokus kepada cara pengoperasian otak secara lebih efektif dengan berbagai sudut pandang. Dengan metode ini setiap individu akan diajarkan mengenai bagaimana menggunakan kinerja otak secara tepat untuk penyembuhan psikologis, meningkatkan motivasi, mencapai goal, dan segala aspek yang memerlukan fungsi otak.

Afirmasi dan Anchoring, merupakan proses pemberian sugesti positif serta melakukan penjangkaran di alam bawah sadar manusia. Dengan metode ini mereka akan dilatih untuk selalu mengingat dan mengucapkan hal-hal positif sehingga dapat memengaruhi saraf-saraf mereka untuk melakukan hal-hal yang baik dan positif serta mencegah dari tindakan yang dapat merugikan baik diri sendiri mau pun orang lain.

WFO (Well-formed outcome), merupakan metode yang dapat melatih setiap orang untuk mencapai tujuan dengan lebih efektif dengan strategi dan pola-pola yang ada dalam NLP itu sendiri.

Dengan menerapkan pendidikan mental berbasis NLP yakni Presuposition, Afirmasi dan Anchoring serta WFO tersebut diyakini mampu meminimalisir permasalahan yang ada kaitannya dengan gangguan mental yang dapat berakibat pada tindakan bunuh diri. Hasilnya, masyarakat Indonesia dapat hidup dengan sehat dan positif tentunya. -

Jumat, 13 Desember 2024

Kerajaan Milenial


 

“Ketika anak muda tidak mendapat tempat di sebuah kerajaan, maka buatlah kerajaan sendiri dan jadilah raja di dalamnya,” Basri Amin. Sebuah kalimat yang amat menguatkan diri bagi anak muda agar menjadi berani dan pantang menyerah. Pada kondisi dunia yang penuh dengan kemajuan dan identik dengan persaingan, para anak muda berlomba-lomba untuk tampil lebih baik agar mendapat tempat di atas panggung globalisasi.

Era globalisasi tidak hanya menjadi tantangan bagi anak muda, melainkan juga menjadi medan perang di abad 21 sehingga perlu adanya kekuatan yang teramat besar untuk bisa berjaya dan tampil sebagai pemenang. Kekuatan yang dimaksud berhubungan dengan mental dan skill yang dimiliki setiap anak muda sebagai modal untuk dapat bersaing dan memberikan kontribusi terhadap negeri yang begitu dicintai.

Menyinggung perihal globalisasi, Dana Moneter Internasional (IMF) mengidentifikasi dasar globalisasi dalam empat aspek yakni perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, serta pembebasan ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan empat aspek tersebut, telah terjadi perubahan besar-besaran yang mulai terasa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang oleh Friedrich Engels dan Louis Auguste Blanqui menyebutnya sebagai revolusi industri dan hingga kini telah memasuki era ke-4 atau dikenal dengan istilah revolusi industri 4.0.

Bicara perihal revolusi industri 4.0, tentu tidak lepas dari keterlibatan anak muda sebagai generasi milenial yang disebut-sebut menjadi penggerak utama era 4.0, sehingga sebuah keharusan  dalam menghadapi perubahan dimaksud bukanlah hal yang absurd bahwa anak muda dihantui oleh penyesuaian perilaku hingga pemantapan keterampilan yang secara mutlak harus dimiliki dan dikuasai. Jika tidak, anak muda hanya akan menjadi penonton yang ahli dalam mengomentari tetapi tidak memiliki keterampilan atau skill sebagai alat untuk tampil di panggung dunia.

Sehubungan dengan itu, BAPPENAS (2018) menyatakan bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi di 2030 mendatang, sebagai hadiah yang harus disikapi dengan sedemikian serius. Artinya, anak muda akan menjadi pemeran utama dalam menghadapi tantangan global yang semakin maju dan penuh dengan persaingan.

Oleh karena itu, muncul pertanyaan besar, apakah saat itu Indonesia akan baik-baik saja di tangan anak mudanya? Atau justru sebaliknya? Hanya kita sebagai anak mudalah yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Namun begitu, sebagai warga negara yang memiliki cita-cita yang luhur, kita sepatutnya optimis tidak hanya dengan kondisi Indonesia sepuluh atau duapuluh tahun mendatang, tetapi akan seperti apa kita sebagai anak muda sepuluh hingga duapuluh tahun yang akan datang.

Optimisme anak muda sangat penting sebagai upaya meyakinkan diri bahwa kita mampu untuk menghadapi fenomena di era 4.0. Dalam fenomena revolusi industri 4.0 ini, selain kecanggihan teknologi, kemudahan mengakses informasi, banyaknya persaingan di dunia kerja, dan fenomena lain yang begitu rumitnya, hadir sebuah tantangan yang menjadi pekerjaan rumah terbesar kita saat ini. Tantangan tersebut adalah kesiapan sumber daya manusia yang ada khususnya kondisi anak muda itu sendiri. Seberapa berkualitasnya generasi milenial yang ada untuk menunjang kemajuan dan kecanggihan dunia.

Kemajuan dan kecanggihan teknologi telah menyebabkan munculnya konsekuensi sosial yang menjadi dorongan tersendiri bagi anak muda agar tidak menjadi generasi yang tertinggal atau diam di tempat. Lalu, apa yang seharusnya perlu dilakukan anak muda dalam menghadapi perang globalisasi di abad 21 ini? Tentu perang yang dimaksud bukanlah perang melawan orang lain, melainkan perang melawan tantangan kemajuan dan perang melawan diri sendiri. Oleh karena itulah saya selaku representatif dari anak muda berpandangan bahwa kerajaan yang dimaksud pada pembuka tulisan di atas adalah kerajaan yang lahir dari keterampilan dan kreativitas yang kita miliki lalu dibesarkan dengan saling bekerja sama atau berkolaborasi untuk meruntuhkan rumitnya tantangan globalisasi tersebut.

Keterampilan dan kreativitas yang dimaksud akan menjadi investasi paling besar sebagai upaya menaklukkan diri dari sikap apatis (acuh tak acuh), malas, dan pesimis (putus asa). Selain itu, keterampilan dan kreativitas akan menjadi senjata terbesar untuk menjaga dan mengokohkan kerajaan dimaksud. Setelah memperkuat kerajaan dengan keterampilan dan kreativitas tersebut, kemudian kita harus melibatkan orang lain sebagai bentuk kolaborasi dalam menghadapi tantangan globalisasi abad 21.

Dalam implementasinya, sebagai anak muda yang visioner kita harus pintar membaca peluang yang ada. Hal tersebut sangat penting untuk mengetahui keterampilan, minat/bakat (passion) apa yang kita miliki, sehingga memudahkan kita untuk mengembangkannya sebagai bekal diri sendiri di masa yang akan datang. 

Kita tentu sadar, bahwa setiap manusia dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga melibatkan orang lain dalam setiap aktivitas penyesuaian diri bukanlah hal yang harus dihindari. Justru di era yang semakin terbuka ini kita pun harus terbuka menerima perubahan dan kelebihan orang lain agar tercipta lingkungan yang produktif dan saling menguntungkan. Kita boleh berprasangka baik agar mental anak muda atau generasi milenial tidak hanya dapat memperbaiki diri sendiri melainkan juga orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Selasa, 10 Desember 2024

Kemarjinalan Informasi

 

Ketika semua aktivitas kehidupan kita belakangan ini disepuh kata-kata ajaib mondialisasi, tiba-tiba kita disudutkan oleh kenyataan lain yang tak kalah ajaibnya. Yakni, munculnya efek jurnalisme (Journalism effect), Wibowo (2007).

Kondisi manusia di era digitalisasi ini terbilang semakin rumit. Dalam implementasinya, manusia semakin disibukkan dengan kebiasaan ilmiah yang orang akademik menyebutnya dengan istilah ‘research’. Sebuah proses mencari tahu kata-kata ajaib dari mondialisasi dengan menggunakan instrumen yang telah ada sebagai upaya memperoleh informasi yang dapat dipercaya kebenarannya (autentik).

Namun pada kenyataannya, tidak sedikit orang yang terburu-buru menafsirkan informasi tanpa melakukan proses pengklarifikasian informasi tersebut. Akibatnya, orang-orang semakin tidak peduli dengan kebenaran informasi sehingga berdampak pada perpecahan dan kekacauan yang disebabkan oleh informasi yang tidak jelas kebenarannya.

Sejalan dengan perkembangan informasi yang semakin cepat, sebuah istilah ‘nakal’ bisa saja dianalogikan pada akibat yang teramat membahayakan ini. Sebut saja kondisi itu sebagai “kemarjinalan informasi.” Sebuah kondisi yang perlu dibenahi dengan sedemikian serius agar tidak berdampak buruk bagi Indonesia ke depannya.

Tentu bicara mengenai kemarjinalan tidak hanya berlaku pada kondisi sosial dan ekonomi saja, melainkan hal yang sama juga dapat dijabarkan untuk menjelaskan keberadaan masyarakat Indonesia dalam hal memperoleh dan menyebarkan informasi yang aktual dan dapat dipertanggungjawabkan.

Keberadaan informasi yang semakin berkembang dan luas ini, masyarakat dituntut untuk lebih bijak dalam menerima dan menyebarkan informasi. Tidak hanya itu, keberadaan media perlu juga mendapat pengawasan yang lebih ketat lagi untuk mencegah terjadinya kecacatan media dalam menyebarkan berita dan informasi.

Biasanya, Indonesia kerap kali dikacaukan oleh situasi yang amat serius sebagai akibat dari penyebaran informasi yang tidak autentik serta mengandung unsur kebencian. Mirisnya lagi, masyarakat Indonesia seolah terjebak oleh kedangkalan nalar yang berkepanjangan. Bagaimana tidak, harus diakui bahwa masyarakat Indonesia belum mampu mencerna informasi yang diterimanya. Baik melalui media masa maupun media cetak.

Oleh karena situasi yang sedemikian ricuh tersebut, saat ini Indonesia sedang dilanda krisis informasi. Bagaimana tidak, ajang PEMILU misalnya, menjadi alasan besar serta pemantik munculnya informasi-informasi palsu (hoax). Informasi ataupun berita palsu tersebut juga ditandai dengan munculnya situs-situs berita palsu maupun konten-konten yang mengandung kebencian sara dan sentimentil yang tersebar luas hampir di semua media sosial.

Munculnya berita palsu dikarenakan kebenaran ataupun keautentikan dari suatu berita maupun informasi tidak lagi menjadi hal yang substansial, melainkan siapa yang paling cepat dalam menyebarkan informasi tersebut. Akibatnya, banyak oknum baik individu maupun kelompok berlomba-lomba untuk menyajikan berita atau informasi yang belum jelas kebenarannya. Sehingga masyarakat pun dengan mudahnya bisa terprovokasi oleh informasi-informasi yang dapat menimbulkan perpecahan dan permusuhan antar sesama kelompok masyarakat.

Bicara mengenai hoax, tidak banyak masyarakat Indonesia yang paham betul bagaimana menyikapi informasi atau berita-berita yang diterima baik melalui media sosial maupun situs-situs web yang secara terang-terangan menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya dan belum jelas referensinya. Oleh karena kebanyakan orang ataupun media ingin tampil terdepan dalam menyebarkan informasi, akibatnya penyebaran hoax-pun semakin tidak dapat terkendali.

Sementara itu, hoax sangatlah beragam, mulai dari isu agama, etnis, bahkan politik. Hoax juga mengakibatkan terjadinya kegelisahan yang amat serius bagi semua kalangan. Masyarakat yang ikut menyebarkan informasi palsu tersebut dikarenakan beberapa hal-diantaranya; ketidaktahuan terhadap informasi yang diterima dan yang disebarkan, unsur kesengajaan untuk menjatuhkan individu atau kelompok, ingin mendapat pengakuan, dan lain-lain.

Herannya lagi, para pelaku yang secara sadar ikut menyebarkan informasi palsu tidak hanya dilakukan oleh orang-orang biasa, melainkan juga orang-orang yang memiliki gelar sarjana atau yang berpendidikan tinggi. Oleh sebab itulah, eksistensi hoax ini terus bergulir dan berkepanjangan menghantui kedamaian dan ketenteraman masyarakat Indonesia.

Sebuah catatan histori memperkirakan kemunculan hoax ini dimulai sejak 1960-an hingga 1970-an. Sampai detik ini, penyebaran hoax makin meningkat. Eksistensi hoax yang paling menghebohkan dunia terjadi pada konstelasi pemilihan umum presiden Amerika Serikat 2016 silam. Sebelumnya Indonesia juga mengalami kondisi yang sama pada perhelatan pemilihan umum 2014 lalu. Terlebih lagi pada konstelasi pemilihan umum 2019 dan 2024 kemarin, puncak serangan hoax semakin menjadi-jadi. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait yang merasa memiliki tanggungjawab penuh terhadap bahaya hoax, mengambil langkah strategis untuk menghentikan atau meminimalisir penyebaran berita atau informasi palsu tersebut.

Dalam kondisi yang cukup memprihatinkan ini, masyarakat perlu memperbanyak edukasi informasi melalui literasi media sebagai upaya untuk mendewasakan nalar atau pikiran agar terhindar dari kedangkalan-kedangkalan yang menyebabkan terjadinya kekacauan dan perpecahan tersebut.

Tidak hanya itu, masyarakat juga perlu untuk mengedukasi diri dalam memanfaatkan media sosial. Dengan begitu, situasi yang terbilang sulit ini dengan sendirinya perlahan tapi pasti jika sebagian besar masyarakat Indonesia mulai bijak dalam mengelola informasi dan memanfaatkan media sosial dengan baik, maka “kemarjinalan informasi” tersebut dapat diminimalisir.


Jumat, 06 Desember 2024

Kenapa Hidup Secapek Itu?


Sumber Gambar: Canva


Kadang, hidup tuh rasanya kayak jalan di treadmill yang nggak ada ujungnya kan? Baru aja kelar satu tugas, eh, muncul lagi yang lain. Baru mau napas sebentar, eh, ada aja yang bikin ribet. Pernah nggak sih ngerasa capek banget, tapi bingung sendiri, ini capek karena apa?

Sebenernya, capek hidup itu wajar banget, kok. Namanya juga manusia, otak dan badan kita nggak dirancang buat kerja terus-terusan kayak mesin. Apalagi di zaman sekarang, hidup tuh nggak cuma soal kerja atau sekolah. Ada ekspektasi, standar sosial, dan overthinking yang nggak kelar-kelar. Liat orang lain sukses di medsos, langsung ngerasa hidup kita jauh banget dari kata "oke." Padahal, di balik layar mereka bisa jadi lagi struggling juga, cuman bedanya gak mereka posting di medsosnya.

Faktor lain? Bisa jadi kita terlalu memaksa diri. Kadang tuh kita lupa kalau diri sendiri juga butuh istirahat. Bukannya malas, tapi badan dan pikiran kita juga perlu waktu buat nge-recharge. Kalau baterai HP aja harus diisi ulang, masa kita nggak?

Nah ada beberapa faktor khusus yang membuat kita ngerasa “Kok, hidupku secapek ini ya?”

1.  1. Siklus hidup ‘dunia oriented’ maksudnya adalah ketika semua yang kita lakuin cuma fokus sama dunia: cari uang, barang mewah, popularitas, atau apapun yang bikin kita kelihatan ‘wah’ di depan orang lain. Kebahagiaan kita diukur dari materi atau pencapaian duniawi. Tapi masalahnya, dunia itu fana alias sementara. Mau sekeras apa pun kita ngejar, nggak bakal ada yang benar-benar bikin puas. Begitu dapat satu hal, kita langsung pengen yang lebih besar lagi. Bener atau bener banget? 

    2. Salah dalam menentukan ‘goals of life’. Kadang kita tuh suka salah langkah pas nentuin tujuan hidup. Misalnya, ada yang cuma ngejar "gue harus kaya, harus terkenal, harus punya ini-itu!" Tapi... pas udah dapet, kok tetep ngerasa kosong ya? Penting banget buat nentuin goals yang nggak cuma bikin kita bahagia sekarang, tapi juga bikin hidup kita lebih bermakna. Misalnya, “Gimana caranya gue bisa jadi manfaat buat orang lain?” atau “Apa yang bisa gue lakukan buat investasi akhirat gue?” Dengan goals yang lebih dalam kayak gitu, kita jadi punya arah yang jelas dan nggak gampang kehilangan tujuan walaupun ada tantangan di tengah jalan.

    3. Kehilangan cara pandang hidup yang benar. Maksudnya adalah kita nggak punya "kompas" buat nentuin arah hidup. Padahal, hidup itu perlu panduan. Kalau nggak punya prinsip atau pegangan, kita bisa gampang kebawa arus—entah itu tren, pendapat orang, atau bahkan godaan yang nggak baik. Akhirnya, keputusan-keputusan kita jadi asal-asalan, bahkan sering nyesel, dan merasa nggak puas sama apa pun yang kita jalani. Cara pandang hidup yang benar itu kayak peta. Kalau kita udah kehilangan peta itu, ya siap-siap aja tersesat, bingung, dan ngerasa hampa meskipun punya banyak hal. Dan hal ini punya cara pandang yang jelas itu penting banget buat diri kita, misalnya dengan ngeh tujuan hidup kita itu apa, nilai-nilai apa yang mau kita pegang, dan apa yang benar-benar bikin kita bahagia di jalan yang benar.

Jadi, kalau kamu ngerasa secapek itu, coba deh ambil waktu untuk istirahat sejenak. Jangan anggap semuanya harus selesai sekaligus. Belajar bilang "nggak" ke hal-hal yang nggak penting juga penting banget. Terakhir, coba hargai langkah kecil yang udah kamu ambil.

Capek itu tanda kamu hidup, tapi jangan sampai lupa kalau hidup juga harus dinikmati^^

Kamis, 05 Desember 2024

Takkan Cemas Kupercaya



Aku menginginkan seseorang yang bersamanya aku takkan cemas dengan kepercayaan. Yang keberadaannya membuatku merasa aman, bukan karena dia sempurna, tapi karena dia tahu bagaimana menjaga hati dan janji.

Aku menginginkan seseorang yang membuatku tenang tanpa harus selalu bertanya. Yang hatinya seteguh doanya, dan ucapannya adalah cerminan dari kesungguhan yang tak diragukan.

Bersamanya, aku ingin belajar percaya lagi.

Percaya bahwa cinta sejati ada, bahwa rasa bisa tumbuh tanpa bayang-bayang pengkhianatan, dan  kepercayaan bukanlah beban, melainkan hadiah yang dijaga bersama.

Aku menginginkan seseorang yang bersamanya aku tak perlu ragu. Karena hatinya tahu arah,  tujuannya selalu pada kebaikan; untuk dunia dan akhirat.

Yuk, Normalisasi Datang Tepat Waktu itu Keren

 



Datang tepat waktu mungkin terdengar sederhana, tetapi dampaknya luar biasa bagi kehidupan sehari-hari kita. Sayangnya, di beberapa tempat, keterlambatan sudah seperti budaya yang 'tak tertulis—sering dianggap biasa, bahkan dimaklumi. Padahal, hadir tepat waktu adalah kebiasaan yang bukan hanya menunjukkan rasa hormat kepada orang lain, tetapi juga mencerminkan karakter yang bertanggung jawab. Mari kita mulai melihat datang tepat waktu sebagai sesuatu yang keren dan layak untuk dinormalisasi.  

Mengapa tepat waktu itu penting? Ketika seseorang datang tepat waktu, mereka sebenarnya sedang menghargai hal-hal yang jauh lebih besar dari sekadar jadwal. Tepat waktu adalah bukti nyata bahwa Kamu peduli dengan waktu orang lain. Kamu tidak hanya menghormati, tetapi juga menunjukkan bahwa Kamu dapat diandalkan. Reputasi Kamu di mata teman, rekan kerja, atau bahkan atasan, meningkat hanya dengan kebiasaan sederhana ini.  

Namun, lebih dari sekadar citra, tepat waktu juga memberikan keuntungan pribadi. Kamu akan merasa lebih teratur, produktif, dan efisien. Keterlambatan seringkali menambah tekanan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain yang menunggu. Ketika semua dimulai tepat waktu, harmoni pun tercipta, menjadikan semua lebih mudah dan menyenangkan.  

Lalu, mengapa banyak orang masih terlambat? Di beberapa komunitas, ada istilah "jam karet" yang menggambarkan toleransi terhadap keterlambatan. Pola ini sering kali berasal dari kebiasaan yang sudah berlangsung lama, hingga dianggap hal yang lumrah. Selain itu, banyak orang tidak mengelola waktu mereka dengan baik. Perencanaan yang buruk, terlalu banyak menunda, atau menganggap waktu orang lain kurang penting adalah beberapa alasan utama keterlambatan.  

Ironisnya, meskipun banyak yang tahu bahwa datang terlambat itu tidak baik, kebiasaan ini sulit diubah tanpa kesadaran yang nyata. Ketidaksadaran akan dampak keterlambatan terhadap orang lain menjadi penghalang besar untuk menciptakan perubahan.  

Nah kita perlu memiliki langkah nyata untuk normalisasi tepat waktu. Jika kita ingin membuat perubahan, langkah pertama adalah mengubah pola pikir kita. Sadari bahwa waktu adalah aset berharga yang tidak bisa diulang. Ketika Kamu menghargai waktu, Kamu sebenarnya sedang menghargai hidup itu sendiri. Mulailah dengan merencanakan hari Kamu secara realistis. Sisihkan waktu tambahan untuk persiapan, dan pastikan Kamu memperhitungkan kemungkinan hambatan.  

Agar dampaknya lebih besar dan meluas, bawa juga perubahan ini ke komunitas Kamu. Mengajak teman, keluarga, atau rekan kerja untuk bersama-sama berkomitmen datang tepat waktu adalah langkah sederhana tetapi bermakna. Berikan apresiasi kepada mereka yang berhasil tepat waktu dan buatlah suasana positif di sekitar kebiasaan ini.  

Mengapa ini penting? Tepat waktu adalah cermin karakter positif. Datang tepat waktu adalah kebiasaan yang menunjukkan kepedulian, tanggung jawab, dan profesionalisme. Kebiasaan ini mungkin terlihat kecil, tetapi efeknya bisa sangat besar, baik untuk individu maupun masyarakat.  

Mari kita ubah cara pandang kita. Normalisasi datang tepat waktu bukan sekadar slogan, tetapi langkah nyata untuk membangun lingkungan yang lebih baik. Yuk, mulai hari ini, jadikan tepat waktu sebagai kebiasaan keren kita semua!

Rabu, 04 Desember 2024

Mental Penuntut Ilmu Itu Nggak Mudah Meremehkan

 




    Jadi seorang penuntut ilmu tuh sebenarnya lebih dari sekadar belajar di kelas, hafalin materi, atau ngejar nilai bagus. Guruku di saat mengisi kelasnya mengatakan bahwa mental seorang penuntut ilmu yang beneran solid itu punya prinsip, yaitu nggak gampang ngeremehin, baik orang lain maupun sesuatu yang kelihatannya sepele.

    Kenapa gitu? Karena belajar itu bukan soal merasa paling tahu, tapi justru sadar kalau dunia ini terlalu luas buat dikuasai sendirian. Ada jutaan hal yang belum kita pahami, dan tiap orang punya sesuatu yang bisa kita pelajari. Kalau kita terlalu gampang ngeremehin, sebenarnya kita lagi nutup pintu buat dapat insight baru. Padahal, bisa jadi pelajaran terbaik datang dari hal-hal kecil yang kita anggap nggak penting.

    Hal ini sangat sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya ilmu dan sikap tawadhu’ (rendah hati). Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan menjadikan dia paham tentang agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Paham akan agama bukan hanya tentang menguasai teks-teks agama, tetapi juga tentang memahami kehidupan secara lebih luas, dan itu bisa datang dari mana saja.

    Misalnya, ada orang yang menurut kita “nggak pinter-pinter amat,” tapi ternyata dia punya pengalaman hidup yang ngasih perspektif baru. Atau sesuatu yang kita pikir “ah, ini gampang,” tapi ternyata pas dicoba, kok ya susahnya minta ampun?

    Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu menjaga sikap rendah hati dan tidak meremehkan orang lain. Bahkan, dalam Al-Qur’an Allah berfirman, “Janganlah kamu memandang rendah orang lain, karena Allah yang Maha Mengetahui setiap amal perbuatan.” (QS. Al-Hujurat: 11). Ayat ini menegaskan agar kita tidak pernah merasa lebih tinggi dari orang lain atau merendahkan mereka hanya berdasarkan status sosial, penampilan, atau apa yang terlihat di luar. Seringkali, kita mudah merasa superior dan menganggap diri lebih baik dari orang lain hanya karena pencapaian atau pengetahuan kita. Namun, Allah dengan tegas mengingatkan bahwa segala amal perbuatan seseorang diketahui sepenuhnya oleh-Nya, bukan oleh kita sebagai makhluk-Nya. Kita nggak tahu dari mana ilmu dan hikmah itu datang, dan siapa yang akan jadi sumber pelajaran berharga bagi kita.

    Intinya, mental seorang penuntut ilmu itu rendah hati. Mereka paham banget kalau belajar itu nggak terbatas di ruang kelas atau hanya dari dosen/guru aja. Ilmu bisa datang dari mana saja, termasuk dari orang yang nggak kita duga. Dari orang yang lebih tua, teman seangkatan, bahkan anak kecil sekalipun, selalu ada pelajaran yang bisa diambil. Mereka nggak buru-buru nge-judge atau merasa diri sudah tahu segalanya. Justru, mereka selalu bertanya, "Hmm, apa ya yang bisa gue pelajari dari ini?"

    Jadi, kalau kita serius mau jadi pembelajar sejati, yuk coba stop gampang meremehkan. 

    Dunia ini luas banget, ilmu itu nggak ada ujungnya, dan siapa tahu, hal yang kita anggap kecil hari ini justru yang bikin perubahan besar buat kita di masa depan. Ingat, dalam Islam, ilmu itu salah satu jalan mendekatkan diri kepada Allah, dan orang yang mencari ilmu dengan ikhlas adalah orang yang dicintai-Nya. 

    Keep learning, keep humble!

Selasa, 03 Desember 2024

Orang Tua Kaya dan Anak Miskin VS Orang Tua Miskin dan Anak Kaya

 



Biasanya, dalam keseharian hidup, kita kerap kali menemukan berbagai macam fenomena yang bahkan tidak disangka-sangka bisa terjadi. Ada-ada saja kejutan hidup yang kita saksikan atau bahkan kita alami. Entah dalam waktu yang cukup singkat, atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Dalam hal ini, saya sedang ingin membicarakan fenomena terbalik yang sebenarnya saya sendiri menyaksikan bahkan mengalami ini. Fenomena yang sudah teman-teman baca di bagian judul; "Orang Tua Kaya dan Anak Miskin VS Orang Tua Miskin dan Anak Kaya."

Meskipun sebenarnya, kita juga akan menemukan ada orang tua kaya dan anak kaya, pun orang tua miskin, anaknya juga miskin. Namun, dalam konteks ini, saya hanya akan berfokus membahas berdasarkan judul di atas.

Dulu, waktu masih sekolah, saya memiliki beberapa teman yang orang tuanya bisa dikatakan mapan atau kaya, dengan status dan jabatan yang beragam, mulai dari ASN, Pejabat, hingga Pengusaha. Oleh karena kekayaan dan kejayaan orang tua mereka, anak-anaknya juga ikut menikmatinya. Namun, mereka cenderung bersikap hedonisme, boros, malas belajar, suka buang-buang waktu, dan perilaku-perilaku negatif lainnya. Secara menyesal, saya harus sebut mereka sebagai anak-anak miskin (etika, perilaku dan cara pandang) dari orang tua yang kaya. Mereka mungkin berpikir, dengan orang tua yang kaya dan punya jabatan, hidup mereka sudah aman-aman saja, sehingga menikmati hasil keringat orang tua mereka sudah sangat cukup.

Sebaliknya, di lain orang, beberapa teman saya memiliki orang tua yang biasa-biasa saja, pekerjaan yang hanya cukup untuk makan sehari-hari, tetapi anak-anaknya justru yang paling rajin dan pintar di kelas. Pintar mengelola uang jajan hingga berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Mereka sadar diri dengan kondisi orang tua dan ekonomi mereka. 

Singkat saja, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, karena dipisahkan oleh pendidikan lanjut bahkan sampai perguruan tinggi, banyak hal yang kami lewatkan. Ada begitu banyak proses dan pelajaran hidup yang mungkin mereka dapatkan, tetapi satu hal yang pasti, kehidupan mereka yang saya kenal sudah sangat melekat di ingatan saya seperti apa karakter dan perilaku mereka.

Lalu, apa yang terjadi? Beberapa dari mereka, para anak miskin dari orang tua kaya pada akhirnya tidak menjadi apa-apa setelah dewasa. Sejauh kenalan yang saya punya, mereka yang seharusnya berpotensi memiliki atau bahkan melanjutkan privilege orang tua mereka, malah justru sebaliknya.  Tidak memiliki relasi yang kuat, pekerjaan yang mapan, bahkan jabatan penting. Beberapa yang saya kenal ada yang mendapat warisan usaha milik orang tua yang pada akhirnya harus tutup (bangkrut), bahkan ada yang terpaksa harus menjual isi rumah hanya agar bisa bertahan hidup beberapa hari bahkan bulan ke depan. 

Anggapan mereka soal hidup berkecukupan hanya karena memiliki orang tua kaya, adalah kesalahan yang sebenarnya bisa dihindari oleh para orang tuanya. Anak-anak mereka terbiasa hidup di hari ini dengan kesenangan yang bahkan bukan milik mereka. Tidak ada perencanaan masa depan yang baik, atau bahkan sekadar ingin jadi apa saja mereka bingung menjawabnya.

Di lain situasi, anak-anak dari orang tua miskin justru malah menjadi orang. Mereka tidak diwariskan harta, kekayaan dan jabatan oleh orang tuanya. Tidak ada materi yang berarti, hanya pelajaran hidup yang menyadarkan mereka, bahwa hidup serba berkecukupan cukup dirasakan oleh orang tuanya saja, sementara anak-anaknya, harus punya cukup bekal untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan dan misteri. Pada akhirnya, justru anak-anak kaya dari orang tua miskin inilah yang memberikan kekayaan dan kejayaan bagi orang tuanya. 

Pada penutup tulisan ini, saya ingin memperjelas dan mempertegas, bahwa anak miskin dan kaya yang saya maksud pada tulisan ini sebenarnya berkaitan dengan sikap dan cara pandang. Bagaiman mereka seharusnya bersikap dan melihat segala sesuatu yang dimiliki oleh orang tuanya, belum tentu dapat menyelamatkan hidup mereka di kemudian hari, dan belum tentu juga dapat mencelakakan mereka. Punya orang tua kaya tidak menjamin anaknya bisa seberuntung orang tuanya, begitupun punya orang tua miskin, tidak menuntut kemungkinan, anaknya akan menjadi orang terpandang, relasi dan kemapanan yang dapat memperbaiki kehidupan orang tua dan keluarganya.

Tulisan ini hanya sebagai inspirasi bagi kita semua, meskipun pada nyatanya, masih banyak anak dari orang tua kaya yang bisa menjadi kaya, dan ada begitu banyak anak dari orang tua miskin yang tetap menjadi miskin. Sekali lagi, ini soal bagaimana kita bersikap dan bagaimana sudut pandang kita soal kehidupan.





Minggu, 01 Desember 2024

SURAT WASIAT




Ibu Kota dengan keramaiannya, menyimpan seorang gadis yang terselip di antara hiruk-pikuk yang tak peduli. Gadis itu adalah bagian dari lautan manusia yang berlalu-lalang, asing di antara keramaian yang tak mengenal nama. Gadis yang membawa sejumput harapan dari tempat jauh, meretas jalan dari desa kecilnya dengan semangat yang gemilang. Namun, di sini, di jantung kota yang benderang, mimpinya perlahan menjadi sayup.

Kamar kosan itu sederhana, berukuran 3x4 meter, cukup untuk ia dan mimpi-mimpinya yang mulai memudar. Dinding-dindingnya pucat, sedikit retak di beberapa sudut, dengan cat yang mengelupas di pinggir-pinggir jendela. Hanya ada satu jendela kecil di sisi ruangan, membiarkan cahaya lampu jalan masuk samar-samar, memberikan nuansa remang yang melankolis saat malam tiba.

Di satu sudut, ada kasur tipis dengan sprei yang mulai kusam, bantal yang sedikit lepek, dan selimut yang tergulung tak rapi. Meja kecil di samping kasur dipenuhi barang-barang pribadi; setumpuk buku dengan pembatas halaman yang tak pernah beranjak, mug kopi dengan noda bekas, serta kalender kecil yang masih terhenti pada bulan sebelumnya. Di atas meja, sebuah lampu belajar yang mulai redup menemani catatan-catatan lama, sisa dari hari-hari penuh harapan. Gantungan baju yang menempel di balik pintu memajang beberapa helai pakaian yang sering dipakai, terlihat sederhana dan sedikit pudar warnanya. Di sudut lain, koper yang tak lagi dibuka tergeletak, dan di sampingnya terdapat kardus berisi barang-barang dari kampung halaman.

Ini adalah tempat berteduh yang sementara, namun baginya, kamar kecil ini telah menjadi saksi banyak malam panjang penuh sunyi, tempat di mana ia berjuang dan pada akhirnya, berdamai dengan ketidakpastian. Di meja kecil tepat di samping kasur, ia mulai menulis. Tertulis dengan tangan yang gemetar, tetapi hatinya mantap. Surat itu bukan sekadar wasiat melainkan sebuah pengakuan, penutup dari perjalanan panjang seorang gadis yang pernah menggenggam mimpi-mimpi besar, namun kini tinggal bayangan diri yang lelah.

----

Untuk Ibu dan Bapak tersayang,

Di kamar yang sunyi ini, aku mengenang rumah kita dengan jalan setapak yang berdebu. Aku ingat senyummu, Bu, yang mengantarku pergi, meskipun berat, dengan penuh doa di bibirmu. Dan Bapak, kau yang diam-diam menyeka air mata di balik topi lusuh itu, seolah memberi keberanian yang bahkan tak kau punya.

Pak, Bu, kupikir kota besar akan mengulurkan tangannya yang ramah dan memelukku dengan kehangatan. Ternyata, ia dingin, Ibu. Kota ini menakutkan. Setiap langkah yang kubangun dari mimpi-mimpi kita kini hanya gema sunyi yang menggema tanpa suara. Mimpi-mimpi yang pernah berkilau, satu per satu, kusadari kian pudar.

Kalian mungkin akan kecewa, mungkin akan terkejut, tapi inilah kenyataan yang kupeluk setiap malam. Sebab di balik gemerlap lampu kota, aku kerap merasa asing. Tak ada tangan yang meraih, tak ada senyum yang benar-benar tulus. Yang tersisa hanya bayanganku sendiri, yang semakin menjauh dari sosok yang kalian harapkan. Hufhhh….

Namun, aku ingin kalian tahu, semua ini adalah pilihanku. Aku pergi bukan karena tak mencintai tanah kita, tetapi justru karena cinta itulah aku ingin membuktikan diri. Aku tak menyesal, tapi aku juga tak ingin kalian terus berharap lebih. Kalian telah mengajarkanku segala yang bisa kubawa, dan semua telah kujalani dengan segala kekuatanku. Pun, jika ada yang hilang dari diriku dalam perjalanan ini, itu adalah bagian dari pencarian yang panjang.

Pak, bu, di lemari dan di meja yang kupakai menulis ini, ada sekumpulan buku yang pernah kujanjikan untuk kubawa pulang bagi anak-anak di rumah belajarku. Mimpi-mimpi itu tak sepenuhnya hilang. Tolong, berikan buku-buku itu pada anak-anak di sana. Aku ingin mereka memiliki cerita yang lebih baik dari sekadar bayangan yang kupeluk saat ini. Biarkan mereka bermimpi lebih tinggi dari langit kota yang pernah kuraih. Mungkin, mereka akan lebih kuat dariku.

Di atas lemari, ada tas carrier berukuran 50L dari nenek. Tas itu adalah satu-satunya hadiah paling mewah yang sempat beliau berikan padaku sebelum aku berangkat ke kota. Berikan tas itu kepada adik perempuanku. Aku ingin ia merasakan dukungan yang sama dari keluarga, seperti yang kurasakan saat pertama kali berangkat meninggalkan rumah. Biarkan tas itu menemaninya meraih mimpi, seperti halnya ia pernah menjadi saksi langkah-langkah awal perjuanganku.

Tolong, jangan tinggalkan potret keluarga yang kutaruh di atas meja kecil ini. Potret itu telah menjadi pengingat sekaligus penguat bagiku setiap kali rindu melanda. Di balik senyum yang terekam di sana, aku menemukan alasan untuk terus bertahan meski seringkali lelah. Gantunglah potret itu di ruang tamu rumah kita, supaya ia tetap menjadi saksi cinta kalian, dan barangkali, sebagai pengingat kecil untukku, yang tak lagi bisa pulang.

Di buku harian kecilku, kalian akan menemukan coretan-coretan tentang segala harapan dan kegagalan yang kualami. Ada mimpi yang tidak terwujud, ada kekecewaan yang tak terucap, dan ada doa-doa untuk kebahagiaan kita. Simpanlah buku itu. Barangkali, di balik semua kata yang tercoret, kalian akan menemukan alasan mengapa aku berhenti melangkah.

Lalu, pak, bu, tolong jaga akun Instagram-ku. Di sana, ada potongan-potongan cerita yang mungkin tak pernah sempat kusampaikan langsung pada kalian. Ada momen-momen kecil yang meski terlihat sederhana, telah menjadi bagian dari perjalananku. Ubah private foto-fotoku yang menampilkan senyuman manis yang bisa menarik simpati orang lain. Foto-foto bersama kolega dan teman-teman, terlebih hasil-hasil tulisan tanganku, biarkan semua tetap ada, agar kalian bisa mengenangku dari setiap gambar dan dari setiap kata yang kutulis.

Di album fotoku, ada beberapa potret yang kuposting dengan senyuman, meski mungkin tak selalu menggambarkan perasaanku yang sebenarnya. Foto-foto itu adalah caraku untuk tetap terlihat kuat, walau sebenarnya ada kalanya aku merasa hampa. Namun, aku ingin kalian tahu, setiap foto itu adalah bagian dari harapan yang kubawa, dari mimpi yang pernah begitu indah di mataku. Biarkan foto-foto itu menjadi bukti bahwa aku pernah mencoba sebaik mungkin.

Terakhir, tolong sampaikan ke semua orang yang mengenalku secara baik, untuk tidak menangisiku secara berlebihan. Sedih boleh, tapi tolong tetap realistis bahwa hidup akan terus berjalan, bahwa aku hanyalah secuil kenangan yang melintas di kehidupan mereka.

Ohiya, bu, pak, kalian jangan pernah merasa bersalah atas keputusanku pergi merantau. Semua ini adalah jalanku sendiri, jalan yang sudah kutempuh dengan sepenuh hati, meskipun pada akhirnya harus berhenti. Kalian adalah alasan aku bertahan sejauh ini. Jadi, jangan pernah merasa kurang telah mendukungku; semua cinta yang kalian beri adalah harta terbesarku. Selamanya aku bersyukur, dan maafkan aku jika harapan yang kalian titipkan padaku belum sepenuhnya tercapai.

Ini bukan akhir yang kubayangkan, Bu, Pak. Tapi ini akhir yang mesti kuterima. Aku harap kalian akan memaafkan segala langkahku yang tak sampai, harapanku yang memudar, dan mimpi yang berhenti di sini. Kalian adalah titik awal dari semua mimpi ini. Terima kasih karena telah mempercayai gadis kecil ini untuk terbang meskipun akhirnya ia jatuh.

Dengan segenap cinta—yang entah bisa kuraih atau tidak—yang aku tahu hanyalah bahwa cinta kalian tetap menjadi tempatku berpulang.

 

Aku,

Anak kalian yang hilang dalam keramaian kota.





9 Kampus Favorit di Indonesia: Pilihan Utama Calon Mahasiswa

 



Pendidikan tinggi memainkan peran krusial dalam menentukan arah karier dan masa depan. Karena itu, memilih kampus yang tepat menjadi langkah penting bagi calon mahasiswa. Dalam tulisan ini, saya ingin mengulas sembilan kampus favorit di Indonesia yang tidak hanya terkenal dengan kualitas pendidikannya tetapi juga berkontribusi besar dalam mencetak lulusan berprestasi. Inspirasi artikel ini diambil dari berbagai sumber, termasuk peringkat universitas dunia yang membantu mengidentifikasi reputasi masing-masing kampus. Dilansir dari Tempo.co, daftar ini diambil berdasarkan QS World University Rankings 2024, yang menilai kampus-kampus terbaik berdasarkan indikator dampak lingkungan, tata kelola, dan dampak sosial

9 Kampus Favorit di Indonesia

  1. Universitas Indonesia (UI): Sebagai salah satu universitas tertua di Indonesia, UI terkenal dengan lokasi strategis, fasilitas modern, dan jaringan alumni yang luas.
  2. Institut Teknologi Bandung (ITB)
    Dikenal sebagai pusat inovasi teknologi, ITB menjadi pilihan utama bagi mereka yang ingin mendalami bidang teknik dan sains.
  3. Universitas Gadjah Mada (UGM)
    Berlokasi di Yogyakarta, UGM menawarkan berbagai program studi unggulan serta suasana akademis yang mendukung keberagaman.
  4. Institut Pertanian Bogor (IPB University)
    Unggul dalam agribisnis dan penelitian terkait lingkungan, IPB menjadi magnet bagi calon mahasiswa yang berfokus pada pertanian modern.
  5. Universitas Airlangga (UNAIR)
    Kampus di Surabaya ini memimpin di bidang ilmu kesehatan dan sosial, didukung oleh fasilitas riset yang mumpuni.
  6. Universitas Padjadjaran (UNPAD)
    Berlokasi di Bandung, UNPAD menawarkan program studi yang inovatif serta lingkungan yang mendukung kreativitas mahasiswa.
  7. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
    ITS menjadi pilihan terbaik untuk bidang teknologi maritim dan teknik, dengan inovasi yang terus berkembang.
  8. Universitas Diponegoro (UNDIP)
    Kampus di Semarang ini unggul dalam program studi teknik, hukum, dan ekonomi yang aplikatif.
  9. Universitas Brawijaya (UB)
    Sebagai salah satu universitas terbesar di Malang, UB menawarkan keragaman program studi dengan fasilitas kampus yang lengkap.

Memilih kampus adalah keputusan besar yang akan memengaruhi perjalanan karier Anda. Sembilan kampus ini, berdasarkan popularitas dan kualitas pendidikannya, dapat menjadi referensi terbaik bagi calon mahasiswa. Langkah ini menjadi awal penting dalam menggapai masa depan gemilang.

Ustadz Roswan Manto, M.Pd.: Cerminan UAS Versi Gorontalo yang Muda dan Menginspirasi


 

Dalam setiap masyarakat, kehadiran seorang tokoh yang berpengaruh dapat memberikan dampak yang luar biasa, baik dalam membentuk nilai-nilai sosial maupun dalam memberikan inspirasi bagi generasi penerus. Di Gorontalo, salah satu sosok yang kini semakin dikenal luas dan diakui pengaruhnya adalah Ustadz Roswan Manto, M.Pd. Sebagai seorang dai muda, Ustadz Roswan digadang-gadang akan menjadi sosok seperti Ustadz Abdul Somad, yang memiliki daya tarik besar di kalangan umat. Penulis melihat bahwa kemampuannya dalam public speaking dan cara menyampaikan ceramahnya yang khas menjadikannya tokoh yang membawa pengaruh besar di dunia dakwah, tidak hanya bagi daerah, tetapi juga bagi kalangan generasi muda yang ada di Gorontalo.

Ceramah-ceramah Ustadz Roswan sering kali tidak hanya berisi nasihat agama yang mendalam, tetapi juga dipenuhi dengan humor segar yang membuat audiens merasa nyaman dan tertawa lepas. Keberhasilan beliau dalam menggabungkan ilmu agama dengan hiburan yang sehat menunjukkan kecerdasan emosionalnya dalam berinteraksi dengan audiens/jamaah, menjadikan pesan-pesan yang disampaikannya lebih mudah diterima dan dipahami. Kemampuannya untuk menghidupkan suasana dengan gaya ceramah yang ringan namun berbobot, menjadikannya sebagai salah satu penceramah yang banyak diundang untuk mengisi acara-acara keagamaan bukan hanya di Gorontalo, pun daerah/provinsi di luar Gorontalo.

Dalam aktivitasnya sehari-hari, Ustadz Roswan tidak hanya sebagai penceramah kondang yang sering diundang sana-sini, melainkan juga berperan penting dalam dunia pendidikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni pengajar di MAN 1 Kota Gorontalo dan beberapa kampus yang ada di Gorontalo. Kombinasi peran ganda ini semakin memperkaya kiprahnya, menjadikannya figur yang dihormati baik dalam dunia dakwah maupun di dunia pendidikan. Sebagai seorang pendidik sekaligus dai, ia berhasil menunjukkan bahwa dunia agama dan pendidikan dapat berjalan beriringan, memberikan teladan bagi generasi muda yang ingin berkarya dalam dua bidang tersebut.

Bagi penulis, Ustadz Roswan Manto adalah sosok dai muda yang memiliki potensi besar untuk menjadi ustadz kondang di masa depan, bahkan bisa sejajar dengan Ustadz Abdul Somad. Semangat dakwahnya yang inspiratif dan kemampuan berbicaranya yang luar biasa menjadikannya contoh yang patut diikuti oleh banyak orang, terutama generasi muda yang ingin menyeimbangkan kehidupan profesional, spiritual dan kontribusi sosial mereka.

Sabtu, 30 November 2024

PULANG




 Judul: Pulang

Penulis: Leila S. Chudori

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

Tahun Terbit: 2012

Ketebalan: 461 halaman

ISBN: 978-979-91-0515-8


BLURB

Novel Pulang adalah kisah dua generasi—Dimas Suryo dan putrinya, Lintang Utara—yang bersama-sama menetap di Paris, Prancis. Seperti ribuan warga Indonesia lain yang terjebak di berbagai negara dengan status stateless, keluarga Dimas Suryo tak pernah bisa pulang ke Indonesia karena paspor mereka dicabut dan kehidupan mereka terancam.

----

"Novel Pulang" adalah karya yang berhasil menggabungkan peristiwa sejarah 30 September 1965, Prancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998 dengan cerita keluarga yang menggugah hati. Dalam kisah ini, penulisnya, Leila S. Chudori, secara magis menyoroti dampak yang merajalela dari peristiwa bersejarah ini pada kehidupan sehari-hari keluarga protagonis.

Penulis mengambil pendekatan yang sangat menarik dengan menggambarkan peristiwa sejarah dari POV berbagai tokoh yang heterogen. Melalui POV masing-masing tokoh juga, pembaca dapat melihat bagaimana peristiwa bersejarah memengaruhi kehidupan pribadi dan hubungan antartokoh. Alur ceritanya maju-mundur sehingga pembaca disuruh mengumpulkan kejadian per kejadian agar jadi satu cerita yang menarik dan luar biasa.

Setiap tokoh mengalami perjalanan emosional yang mendalam. Di dalam novel ini, krisis sejarah merubah dinamika hubungan dalam keluarga. Ada yang mungkin menjadi lebih dekat karena bersama-sama menghadapi tantangan, sementara yang lain bisa mengalami distansi karena perbedaan pendapat atau pandangan politik.

Penulis memberikan gambaran yang autentik dan terperinci tentang suasana dan kehidupan masyarakat pada masa-masa tersebut. Bahkan aku bisa merasakan ketegangan yang diceritakan pada kerisuhan Mei 98, terasa dekat, penulis berhasil membuat pembaca dapat membayangkan dengan jelas dan meresapi atmosfer cerita. Ah dasar! Aku terlalu masuk dalam cerita sehingga kadang tidak menyadari bahwa novel ini adalah kisah fiksi tapi menggunakan latar belakang di masa-masa suram itu.

Novel ini secara khusus aku rekomendasikan untuk pembaca dewasa. Cerita yang dihadirkan mengandung tema-tema kompleks, konflik emosional yang mendalam, dan mungkin juga elemen-elemen yang kurang sesuai untuk usia muda. Dengan kedewasaan, pembaca dapat lebih memahami nuansa cerita, menghargai kompleksitas karakter, dan meresapi pesan-pesan yang disampaikan melalui perjalanan hidup para tokohnya.

bermalam di senyummu

 



Setelah siang yang begitu rumit,

setidaknya ada malam yang menenangkan segalah hal yang pahit.

Bermalam di senyummu adalah ketenangan yang kubutuhkan.

Semesta juga mengiyakan.

Bahwa, tidak ada yang lebih tenggelam dari pelukan yang menyamankan,

pelukanmu di saat-saat aku lemah oleh kehidupan.

Terima kasih atas kehangatan ini.

Kehangatan yang membuatku kuat dan lebih percaya diri.

Kehangatan yang membuatku tumbuh lebih dari ini,

tenang dan membekukan beban di hati.

Tidurlah, buatlah dirimu nyenyak di bawah pelukan malam.

Aku di sini, menjaga dari balik hatimu paling dalam.

Besok, bangunlah sebelum cahaya.

Sebab aku ada di sana,

Sebagai subuh yang membawa cinta.

Untuk kita,

Total Tayangan Halaman

Kategori

Recent Posts

Teknologi Canggih, Skill Harus Level Up: Gen Z Siap?

Zaman sekarang, siapa yang gak tau teknologi Artificial Intelligence (AI)? Semuanya bisa dikerjakan sama teknologi ini, bahkan dalam beberap...

Quotes

"Sebelum berpikir untuk mengubah dunia, terlebih dulu ubahlah pikiranmu" Arsa Danialsa_

Quotes

"Tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada hanyalah feedback" Arsa Danialsa_

Butuh Bantuan?

Nama

Email *

Pesan *