Di dunia ini, banyak diantara kita yang menginginkan untuk hidup produktif tetapi pada realitasnya, banyak hal yang mendistraksi kita untuk bermalas-malasan—menghabiskan waktu di depan layar handphone misalnya, entah bermain game atau menghabiskan waktu berjam-jam untuk scroll media sosial.
Kadang
kita ingin melepaskan diri dari aktivitas paling sia-sia itu, tapi apa daya,
seolah diri kita telah terhipnotis untuk tetap melakukannya. Dopamin kita telah
terbiasa dengan kesenangan-kesenangan yang sifatnya instan.
Sebagai
akibatnya, tubuh kita kadang merasakan lelah berkepanjangan, kepala terasa
berat dan sakit, sampai tanpa kita sadari, emosi dan energi kita juga ikut
terkuras habis. Jangan tanya kenapa kadang kala dalam beberapa waktu, emosi
kita menjadi tidak stabil, mudah tersinggung, selalu overthinking bahkan
sering merasa insecure karena terlalu banyak melihat pencapaian orang di
media sosial sehingga kita sering membandingkannya dengan kehidupan kita yang
semengasihankan ini.
Jangan
tanya kenapa, generasi sekarang begitu akrab dengan sebutan mental health,
faktanya, justru kita sendiri yang merusak mental kita dengan perilaku-perilaku
atau aktivitas-aktivitas yang tidak begitu produktif dan hanya akan merugikan
diri sendiri.
Percaya
atau tidak, penggunaan media sosial yang berlebihan memiliki dampak negatif
yang sama berbahayanya dengan mengonsumsi narkoba. Kita menjadi kecanduan untuk
hidup lebih lama di dalam media sosial, dan seperti apa yang kita diskusikan di
atas, hal tersebut dapat mengaktifkan dopamin yang membuat kita merasa nyaman
untuk berlama-lama menggunakan media sosial.
Oleh
karena itulah, kita akan sering merasakan kecemasan, depresi, bahkan penyakit
fisik (sebab fisik dan mental manusia adalah satu kesatuan yang saling
berhubungan. Jika mental terganggu, maka fisik pun akan terganggu, begitu juga
sebaliknya).
Hal ini
relevan dengan data yang dikeluarkan oleh Pew Research Center, terdapat 69% orang dewasa dan 81% remaja di AS
menggunakan media sosial. Hal ini berdampak pada peningkatan risiko terjadinya
kecemasan, depresi, bahkan tak jarang orang akan merasakan sakit hati terhadap
hal-hal yang mereka lihat melalui kolom komentar di media sosial.
Tidak
hanya itu, sebuah penelitian di Inggris pada tahun 2018 mengaitkan penggunaan
media sosial dengan penurunan, gangguan, dan keterlambatan tidur, yang
dikaitkan dengan depresi, kehilangan ingatan, dan kinerja akademis yang buruk.
Penggunaan media sosial dapat memengaruhi kesehatan fisik penggunanya secara
lebih langsung.
Para peneliti mengetahui hubungan antara pikiran dan usus dapat mengubah kecemasan dan depresi menjadi mual, sakit kepala, ketegangan otot, dan gemetar. Jangan heran, beberapa di antara kita mungkin pernah dan sering merasakan dampak ini. Lalu, apa sebenarnya yang menyebabkan kita menjadi kecanduan dengan media sosial? Jawabannya adalah, karena kita tidak memiliki perencanaan atas kehidupan kita sehari-hari.
Jika
kita tidak memiliki rundown atau agenda dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari, maka akan ada begitu banyak pelarian yang kita lakukan untuk
mengisi waktu luang kita. Sebut saja menghabiskan waktu berjam-jam di media
sosial.
x
0 Post a Comment:
Posting Komentar