Di
zaman sekarang, media sosial udah jadi tempat utama buat orang-orang nge-share
kehidupan mereka. Ada banyak hal positif dari media sosial, tapi nggak
sedikit juga yang bikin drama—salah satunya adalah fenomena flexing.
Buat
yang belum familiar, flexing itu semacam ajang pamer kekayaan, entah itu
barang branded, liburan mewah, atau saldo ATM yang fantastis. Tapi yang
jadi pertanyaan, apakah semua yang dipamerin itu benar-benar real, atau cuma
buat pencitraan doang?
Tren
flexing ini makin rame gara-gara banyak influencer yang hobi
banget nunjukin gaya hidup mewah mereka. Bahkan, ada penelitian dari Ety
Nurhayat dan Rakhmaditya Dewi Noorriziki yang bilang kalau flexing
sering dikaitin sama self-esteem alias kepercayaan diri
seseorang. Beberapa influencer bahkan sampai terlibat kontroversi
gara-gara ketahuan kalau kekayaan yang mereka pamerin ternyata nggak sesuai
realita!
Salah
satu contoh tren flexing yang sempat viral adalah review saldo ATM.
Banyak orang yang ikut-ikutan nunjukin isi rekening mereka di media sosial.
Tapi, tren ini malah memicu perdebatan. Ada yang kagum, ada yang insecure,
dan ada juga yang ngerasa flexing kayak gini nggak ada etikanya.
Nggak
cuma soal citra diri, flexing juga berdampak ke kesehatan mental.
Penelitian lain yang berjudul “Flexing di Instagram, Antara Narsisme
dan Benefit” bilang kalau kebiasaan pamer ini bisa bikin pelakunya stres
karena harus terus mempertahankan image mewahnya. Sementara buat netizen yang
liat, bisa jadi malah minder dan ngerasa hidup mereka jauh dari standar
kemewahan di media sosial.
Uniknya,
tren flexing ini juga dimanfaatin sama banyak brand sebagai strategi
pemasaran. Banyak produk yang pakai influencer dengan gaya hidup mewah buat
branding mereka, biar kesan eksklusifnya “nular” ke produk tersebut. Bahkan,
ada brand yang sengaja bikin konten ala-ala flexing supaya keliatan
lebih premium dan menarik konsumen.
keren kakk🙏🏻🙏🏻
BalasHapusSaya suka
BalasHapus