Senin, 24 Maret 2025

Fenomena Flexing: Pameran Mewah di Media Sosial, Realita atau Ilusi?



Di zaman sekarang, media sosial udah jadi tempat utama buat orang-orang nge-share kehidupan mereka. Ada banyak hal positif dari media sosial, tapi nggak sedikit juga yang bikin drama—salah satunya adalah fenomena flexing.

Buat yang belum familiar, flexing itu semacam ajang pamer kekayaan, entah itu barang branded, liburan mewah, atau saldo ATM yang fantastis. Tapi yang jadi pertanyaan, apakah semua yang dipamerin itu benar-benar real, atau cuma buat pencitraan doang?

Tren flexing ini makin rame gara-gara banyak influencer yang hobi banget nunjukin gaya hidup mewah mereka. Bahkan, ada penelitian dari Ety Nurhayat dan Rakhmaditya Dewi Noorriziki yang bilang kalau flexing sering dikaitin sama self-esteem alias kepercayaan diri seseorang. Beberapa influencer bahkan sampai terlibat kontroversi gara-gara ketahuan kalau kekayaan yang mereka pamerin ternyata nggak sesuai realita!

Salah satu contoh tren flexing yang sempat viral adalah review saldo ATM. Banyak orang yang ikut-ikutan nunjukin isi rekening mereka di media sosial. Tapi, tren ini malah memicu perdebatan. Ada yang kagum, ada yang insecure, dan ada juga yang ngerasa flexing kayak gini nggak ada etikanya.

Nggak cuma soal citra diri, flexing juga berdampak ke kesehatan mental. Penelitian lain yang berjudul Flexing di Instagram, Antara Narsisme dan Benefit” bilang kalau kebiasaan pamer ini bisa bikin pelakunya stres karena harus terus mempertahankan image mewahnya. Sementara buat netizen yang liat, bisa jadi malah minder dan ngerasa hidup mereka jauh dari standar kemewahan di media sosial.

Uniknya, tren flexing ini juga dimanfaatin sama banyak brand sebagai strategi pemasaran. Banyak produk yang pakai influencer dengan gaya hidup mewah buat branding mereka, biar kesan eksklusifnya “nular” ke produk tersebut. Bahkan, ada brand yang sengaja bikin konten ala-ala flexing supaya keliatan lebih premium dan menarik konsumen.

Jadi, flexing ini sebenarnya fenomena yang kompleks—bisa jadi representasi kesuksesan, bisa juga sekadar cari validasi. Apapun itu, baik influencer, brand, maupun netizen perlu lebih bijak dalam menyikapi tren ini, biar media sosial nggak cuma jadi ajang pamer, tapi juga tempat yang lebih positif buat semua orang.

2 komentar:

Total Tayangan Halaman

Kategori

Recent Posts

Teknologi Canggih, Skill Harus Level Up: Gen Z Siap?

Zaman sekarang, siapa yang gak tau teknologi Artificial Intelligence (AI)? Semuanya bisa dikerjakan sama teknologi ini, bahkan dalam beberap...

Quotes

"Sebelum berpikir untuk mengubah dunia, terlebih dulu ubahlah pikiranmu" Arsa Danialsa_

Quotes

"Tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada hanyalah feedback" Arsa Danialsa_

Butuh Bantuan?

Nama

Email *

Pesan *